REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Persatuan Pekerja Baja (United Steelworkers) yang berkedudukan di Pittsburg, Philadephia, Amerika Serikat mengajukan surat kepada Departemen Kehakiman AS untuk mengusut dugaan suap yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia.
Di Indonesia kejaksaan dan komisi pemberantasan korupsi (KPK) diharapkan pula dapat bertindak tegas mengenai kasus ini. Pengamat Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana menyatakan, surat tersebut dilayangkan pada awal November lalu.
Menurut surat tersebut Freeport McMoran harus diperiksa oleh Departemen Kehakiman atas dugaan pelanggaran Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) atau UU Praktek Korupsi di Luar Negeri. "Dalam FCPA, perusahaan AS dilarang membayar pejabat atau aparat negara lain untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan pekerjaan dan jabatannya yang sah," katanya di Jakarta, Ahad (6/11).
Sehingga tindakan PT Freeport Indonesia yang memberikan dana secara langsung kepada personel polisi dan militer dapat dianggap sebagai suap. "Tindakan tersebut ditujukan agar personel keamanan membela kepentingan Freeport McMoran," katanya.
Meskipun tindakan tersebut bertentangan dengan pekerjaan yang sah dari polisi dan militer yaitu untuk melindungi rakyat Indonesia. "Namun hingga saat ini belum diketahui bagaimana tanggapan Departemen Kehakiman AS," katanya lagi.
Hikmahanto menyatakan, surat ini harusnya membuat aparat penegak hukum di Indonesia semakin mantap untuk memulai penyelidikan atas dugaan pidana yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia. "Jangan sampai aparat di Indonesia kalah cepat dengan aparat di AS. Di AS sudah dilakukan proses penyelidikan tetapi tidak di Indonesia," ungkapnya.
Bila ini terjadi, maka publik akan mempersepsikan pemerintah Indonesia dan otoritas penegak hukum justru hendak melindungi PT Freeport Indonesia. "Publik pun akan mempertanyakan komitmen pemerintah dan otoritas Indonesia dalam melakukan penegakan hukum yang tidak diskriminatif," katanya menegaskan.
Untuk diketahui kewenangan otoritas Indonesia didasarkan pada dugaan tindak pidana yang dilakukan di wilayah Indonesia. Dalam hukum internasional kewenangan ini disebut yurisdiksi teritorial.
Sementara otoritas AS memiliki kewenangan atas dasar kewarganegaraan pelaku tindak pidana. Dalam hukum internasional kewenangan ini disebut yuridiksi personalitas aktif.