REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Indonesian Corruption Watch (ICW) menemukan adanya dugaan terjadinya kekurangan pembayaran royalti oleh PT. Freeport Indonesia (FI) kepada negara senilai 176,884 juta Dollar AS atau setara dengan Rp1,591 triliun selama periode 2002 hingga 2010.
Menurut Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas, dalam jumpa pers di Sekretariat ICW, Jakarta, Selasa, total pembayaran royalti PT. FI berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit dari tahun 2002 hingga 2010 adalah senilai 873,2 juta Dollar AS.
Sementara berdasarkan perhitungan ICW, seharusnya total kewajiban royalti PT. FI dari periode tersebut adalah 1.050,084 juta Dollar AS sehingga diduga terjadi kekurangan yang mengakibatkan kerugian negara sebesar 176,884 juta Dollar AS (Rp1,591 triliun).
"Data yang digunakan adalah laporan keuangan dari PT. Freeport Indonesia dan sebagai data pembanding adalah data dari laporan keuangan PT Rio Tinto, yang memiliki 40 persen saham dalam joint ventures PT. FI," kata Firdaus Ilyas.
Sedangkan data laporan pemerintah digunakan untuk mengonfirmasi hasil perhitungan ICW, kata Firdaus. Mekanisme perhitungan royalti mengacu kepada tarif dan standar perhitungan yang ada dalam kontrak karya PT. FI, termasuk juga untuk pembayaran royalti tambahan, kata Firdaus.
Firdaus mengatakan, berdasarkan Peraturan Pemerintah no.13 Tahun 2000, seharusnya royalti untuk tembaga sebesar empat persen, untuk emas sebesar 3,75 persen, dan perak sebesar 3,25 persen.
Jika mengacu kepada tarif royalti tersebut, maka berdasarkan perhitungan ICW, seharusnya total penerimaan negara dari royalti PT.FI untuk tahun buku 2002 hingga 2010 adalah 1.611,388 juta Dollar AS sehingga selama periode tersebut Indonesia kehilangan potensi penerimaan negara dari royalti PT FI sebesar 738,138 juta Dollar AS (Rp6,643 triliun), kata Firdaus.
Menurut Firdaus, Selain menghasilkan tembaga, emas dan perak, tambang PT. FI juga menghasilkan mineral ikutan seperti belerang dan besi namun hingga saat ini belum ada penerimaan royalti dari mineral ikutan tersebut.
Berdasarkan laporan keuangan PT. FI tahun 2001-2006, total penerimaan dari belerang dan mineral lain sebesar 385,701 juta Dollar AS.
Jika belerang dan mineral ikutan dikenakan kewajiban royalti juga sebesar 3,5 persen, maka nilai royalti untuk negara adalah senilai 13,5 juta Dollar AS (RP121,5 miliar), kata Firdaus.
Jumpa pers di Sekretariat ICW tersebut dihadiri juga oleh perwakilan dari Serikat Perkerja Seluruh Indonesia PT. Freeport Indonesia Tri Puspital, Komunitas Masyarakat Adat Papua Dorus Wakum, Wakil Koordinator LSM Kontras Indria Fernida, dan Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Nurkholis Hidayat.
Mereka juga menuntut pemerintah untuk melakukan renegosiasi Kontrak Karya PT. FI dan menuntut keadilan dan kesejahteraan bagi karyawan PT. FI dan masyarakat adat di sekitarnya.