Kamis 27 Oct 2011 16:04 WIB

Kekerasan di SMAN 70 Diadukan ke Komnas Perlindungan Anak

Rep: Satya Festiani/ Red: Siwi Tri Puji B

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Orang tua murid Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 70 Bulungan mengadukan kekerasan yang terjadi di sekolah pada Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Kamis (27/11). Mereka meminta agar mata rantai kekerasan dan tawuran yang terjadi di sekolah itu dapat diputuskan. Pada awalnya, orang tua murid tidak mau datang ke Komnas PA karena takut anaknya jadi bulan-bulanan siswa kelas tiga.

"Sudah sejak tiga tahun lalu saya ingin memutus rantai kekerasan ini," ujar Ichwan Ramli, mantan anggota komite sekolah. Sebagai anggota komite sekolah, dulu ia membela anak kelas satu yang jadi korban kekerasan. "Sekarang setelah mereka jadi siswa kelas 3, mereka malah jadi pelaku," kata dia. Mereka menganggap saat kelas 3 merupakan aksi balas dendam.

"Yang terjadi di 70 ini sudah sistemik. Kelas 3 sebagai dewa. Kelas 2 sebagai manusia. Kelas 1 adalah masa perploncoan selama satu tahun oleh senior," ujar Ichwan.

Kekerasan ini menjadi sistemik karena ada kegiatan yang menjadi icon, salah satunya adalah Bulungan Cup. "Kegiatan ini positif, tapi ada penyimpangan," ujar dia. Pihak sekolah hanya menyediakan dana sebesar Rp 5 juta. "Padahal kegiatan itu setidaknya membutuhkan Rp 1 miliar," ujar Ichwan. Kelas 3 memanfaatkan kelas 1 untuk mengumpulkan uang. Satu kelas harus mengumpulkan satu juta per minggu. "Jika tak bisa mengumpulkan, anak yang ditunjuk untuk mengumpulkan akan ditempeleng," ujar dia. .

Pihak OSIS mengaku sumbangan ini telah mendapat persetujuan dari komite sekolah.

SMAN 70 Bulungan ini pun sering terlibat dalam tawuran. Dari data yang dikumpulkan oleh komite sekolah selama 3 bulan, tercatat ada 20 kali tawuran. "Sehari bisa dua kali kayak minum obat," ujarnya. Tiap tahun ada tawuran antara kelas 1 dan 2 atas provokasi dari kelas 3. Kelas 1 yang tak ikut tawuran dianggap belum lulus.

SMAN 70 Bulungan merupakan sekolah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). "Harusnya sekolah bertaraf internasional tak ada tawuran," sesalnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement