REPUBLIKA.CO.ID,CIREBON -- Ratusan warga Desa Kanci Kulon dan Waruduwur, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, kemarin menggelar unjuk rasa, Rabu (26/10). Dalam aksinya, mereka menuntut manajemen Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Kanci memberikan ganti rugi tanah yang layak.
Aksi tersebut dilakukan massa di depan jalan masuk menuju PLTU. Mereka memblokir jalan masuk dengan mendirikan tenda besar. Akibatnya, tidak ada yang bisa masuk maupun keluar dari lokasi tersebut.
Tak hanya itu, mereka juga sempat melakukan sweeping terhadap warga asing yang akan masuk ke dalam area PLTU. Massa pun melontarkan kata-kata bernada keras kepada orang asing tersebut. Karena ketakutan, orang asing yang mengendarai mobil itu langsung meninggalkan lokasi.
Salah seorang warga yang enggan disebut namanya, mengungkapkan, aksi tersebut merupakan bentuk kekesalan terhadap PT Cirebon Electric Power (CEP) selaku main contractor PLTU. Pasalnya, pihak PT CEP tak jua memberikan ganti rugi yang layak yang pernah dijanjikan kepada warga. "Sudah dua tahun saya menanti,’’ kata warga tersebut.
Dia menjelaskan, tanah yang terkena proyek PLTU hanya diberi ganti rugi Rp 45.000 per meter. Padahal, harga tersebut tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Apalagi, dia kini kehilangan mata pencaharian setelah sawahnya tergusur untuk proyek tersebut.
Ketua Lembaga Gerakan Nasional Penegak Hak Asasi Manusia yang mendampingi warga, Ahmad Gunawan, menerangkan, proyek PLTU Kanci telah menggunakan 14.000 hektare tanah bersertifikat milik warga. Selain itu, terdapat pula sekitar 6.300 meter saluran irigasi warga. ‘’Warga hanya diberikan janji, tapi tidak ditepati,’’ tegas Gunawan.
Public Relation PT CEP, Hafid Saptandito, saat dikonformasi, mengungkapkan bahwa masalah tersebut sudah ditangani pihak pengacara. ‘’Masalah ini sudah ditangani lawyer. Sementara belum ada penyelesaian,’’ jawabnya melalui pesan singkat.