Rabu 19 Oct 2011 18:10 WIB

Sejumlah Perusahaan Bersedia Renegoisasi Kontrak Karya Pertambangan

Rep: teguh firmansyah/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali menyentil sejumlah kontrak pertambangan antara Indonesia dengan asing yang kiranya merugikan negara. Menurut SBY setiap kontrak harus mengedapankan prinsip keadilan.

"Jika kontrak itu tidak adil kita harus bicara baik-baik agar dibikin adil dan tepat," jelasnya saat memberikan pidato kebijakan tiga tahun kedepan, di Istana Negara,   Rabu (19/10).

SBY mengaku sudah mendapat laporan niatan sejumlah perusahaan asing untuk melakukan renegoisasi kembali. Lagi pula kontrak-kontrak itu sudah dibuat puluhan tahun lalu. "Saya dapat laporan sejumlah perusahaan asing bisa bicara baik-baik. Sekarang tinggal menteri terkait, tindak lanjuti itu,"terangnya.

Sementara itu Menteri ESDM Jero Wacik menjanjikan bakal melakukan renegoisasi kontrak pertambangan sejumlah perusahaan asing yang dirasa tidak adil. Lantaran kebijakan tersebut didasari Undang-Undang.

"Itu ada di Undang-Undang No.4 Tahun 2009 di situ disebut bahwa amanah untuk melakukan renegoisasi. Kita akan renegoisasi itu," katanya seusai pelantikan di Istana Negara, Rabu (19/10).

Jero tentu akan mengambil langkah tersebut kesejumlah kontrak pertambangan yang dirasa tidak adil untuk negara. "Mereka untung dan bangsa Indonesia juga dengan keuntungan yang wajar," katanya.

Mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata itu optimis langkahnya dapat berjalan mulus. Pasalnya, dalam benaknya perusahaan asing yang terlibat kontrak tambang dengan Indonesia telah bersedia untuk melakukan renegoisasi.  

"Perusahaan asing itu mau kok duduk baik-baik dan bicara baik-baik. Toh kita ini bicara jangka panjang, dipertambangan selalu usahanya jangka panjang jadi harus kita duduk bersama agar untung jangka panjang bersama-sama," katanya.

Langkah renegoisasi kontrak karya pertambang sebenarnya sudah dimulai. Ini merupakan kelanjutan dari berlakunya UU.No.4/2009 tentang Mineral dan batubara yang menggantikan UU No.11/1967.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement