Ahad 16 Oct 2011 08:03 WIB

DPR Desak Kaji Ulang Batas Negara

Seorang warga memegang patok tapal batas di Dusun Camar Bulan, Desa Temajok, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalbar. Patok semen tipe D nomor A104 itu merupakan hasil kesepakatan Indonesia-Malaysia 1978.
Foto: ANTARA
Seorang warga memegang patok tapal batas di Dusun Camar Bulan, Desa Temajok, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalbar. Patok semen tipe D nomor A104 itu merupakan hasil kesepakatan Indonesia-Malaysia 1978.

REPUBLIKA.CO.ID,PONTIANAK - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Abdul Hakam Naja, mengatakan berdasarkan hasil penelusuran pihaknya terhadap patok batas negara di Dusun Camar Bulan, Kabupaten Sambas, ditemukan beberapa bukti baru. Berdasarkan penemuan tersebut, Dewan mendesak adanya pengkajian ulang batas negara.

"Dari hasil kunjungan kita, Patok A104 atau yang dikenal dengan daerah Camar Bulan itu tidak terjadi pergeseran tapal batas negara. Itu jika merujuk pada MoU tapal batas negara yang dibuat oleh tim tapal batas Bangsa Indonesia dan Malaysia pada tahun 1978 lalu," kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Abdul Hakam Naja, seperti dikutip Antara.

Meski demikian, berdasarkan informasi yang didapat dari salah satu anggota Wandra yang bertugas di sana, mereka menemukan adanya patahan tapal batas yang berada sekitar tiga kilometer dari titik patok yang sebenarnya.

"Jadi, patahan tersebut berpindah ke wilayah Malaysia sejauh kurang lebih tiga kilometer. Namun, itu adalah patahan patok, bukan patoknya yang bergeser,'' kata Abdul Hakam. ''Karena setelah kita ukur dengan lima alat ukur dan menggunakan GPS, ternyata koordinat asal patok tersebut tidak berubah jika kita mengikuti acuan MoU batas negara tahun 1978.''

Hanya saja, dia mempertanyakan kenapa perjanjian yang dibuat pada tahun 1978 tersebut tidak berpatokan dengan peta-peta lama. Baik itu peta yang dibuat oleh Kerajaan Sambas maupun peta perjanjian yang dibuat oleh Inggris dan Belanda pada masa penjajahan.

"Untuk itu, hari Senin nanti kita akan melakukan pertemuan dengan Kementerian Dalam Negeri, BPNPB, Kemenhan, serta beberapa pihak lainnya. Kita akan mencari tahu, kenapa pada tahun 1978 lalu, perbatasan Negara menggunakan titik-titik tersebut," tuturnya.

Jika dibandingkan antara titik batas negara berdasarkan MoU 1978 dengan peta berdasarkan perjanjian Kerajaan Inggris (yang menjajah Malaysia) dan Kerajaan Belanda (yang menjajah Indonesia), Abdul Hakam menyebutkan ada perbedaan luas wilayah sekitar 1499 hektar di Camar Bulan tersebut.

Penentuan tapal batas Negara biasanya menggunakan sistem Water Resist. Dengan menggunakan sistem tersebut, jika ada air yang jatuh di batas negara, maka air tersebut akan mengalir ke masing-masing negara. Untuk daerah Camar Bulan, Water Resist tersebut seharusnya berada di atas bukit.

Namun, berdasarkan peninjauan yang dilakukan pihak DPR, Water Resist justru berada di punggung bukit.

"Bagi kami, ini sangat menarik. Itu akan kita dalami nantinya bersama Kementerian dan pihak terkait. Selain itu, kita juga baru mengetahui bahwa ternyata, saat melakukan MoU tentang batas negara tahun 1978 lalu, pihak Indonesia diwakilkan oleh Sekjen Pertanian, bukan Menlu. Itu juga akan kita gali nantinya," kata dia.

Dia juga mengatakan, beradasarkan MoU antara Indonesia dan Malaysia tentang batas negara tahun 1978 lalu,  pihak Indonesia masih menyisakan 10 permasalahan yang belum di sepakati. Sementara, pihak Malaysia juga masih menyisakan sembilan masalah. ''Itu artinya MoU tersebut sifatnya belum final. Artinya, batas Negara antara Indonesia dan Malaysia di Camar Bulan masih bisa dilakukan peninjauan," tuturnya menegaskan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement