REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Produsen benih nasional PT Sang Hyang Seri menargetkan pada tiga tahun ke depan atau 2014 mampu menciptakan varietas padi hibrida sendiri.
Direktur Utama PT SHS Edy Boediono mengatakan, saat ini padi hibrida yang dikembangkan di dalam negeri masih merupakan hasil kerja sama dengan pihak luar.
"Saat ini kami (SHS) telah mengeluarkan sembilan varietas padi hibrida namun semuanya masih kolaborasi dengan negara lain," katanya usai melakukan panen padi hibrida SL8 SHS bersama ketua dan jajaran Komisi IV DPR di Sukamandi, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Rabu (12/10).
Edy mengemukakan bahwa beberapa varietas padi hibrida yang telah dikeluarkan perusahaannya antara lain SL 2 dan SL 8, WM 1 dan WM 2, DJ 1 dan DJ 2, Bosama 1, Bosama 2 dan Bosama 3.
Menurut dia, padi hibrida varietas SL merupakan kerjasama dengan Philipina, WM dengan Cina, DJ dengan Belgia dan India, sedangkan Bosama dengan Cina.
Dikatakannya, saat ini produsen benih nasional masih tergantung padai teknologi luar untuk menciptakan benih khususnya hibrida.
"Oleh karena itu kami ingin meningkatkan kemampuan untuk menciptakan padi hibrida melalui breeding centre," katanya.
Pada 2010 PT SHS memproduksi benih padi hibrida sebanyak 4000 ton, tambahnya, jika setiap hektar dibutuhkan 20 kg benih maka volume tersebut setara dengan 200 ribu hektare areal tanam.
Pengembangan padi hibrida tersebut, menurut dia, sekaligus sebagai upaya untuk mendukung target pemerintah mencapai surplus beras 10 juta ton pada 2014.
Untuk itu, lanjutnya, saat ini pihaknya telah menyediakan stok benih padi hibrida sebanyak 15 ribu ton yang mana khusus untuk SL8 sekitar 500 ton.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPR Romahur Muzy menyatakan, jika penggunaan benih hibrida mampu meningkatkan produktivitas padi sekitar 5 ton per hektare maka diperlukan areal tanam padi hibrida sekitar 2 juta hektare untuk mencapai surplus 10 juta ton.
Jika per hektare sawah memerlukan benih padi hibrida 20 kg, tambahnya, maka total kebutuhan benih sebanyak 40 ribu ton, sedangkan saat ini baru tersedia 500 ton.
Menurut dia, dengan harga jual sekitar Rp60.000/kg maka perlu investasi sekitar Rp4,5 triliun bagi pengadaan benih padi hibrida tersebut.
"Kami akan mendorong pemerintah untuk mengolaksikan anggaran Rp4,5 triliun tersebut dari APBN untuk pertanian yang mencapai Rp17 triliun," katanya.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaerun menyatakan, untuk pengoptimalkan areal padi hibrida maka diperlukan pengawalan seperti bantuan langsung pupuk (BLP), pestisida maupun urea.
Sementara itu, lanjutnya, pada 2012 telah disiapkan brigade tanam, brigade hama dan brigade panen guna melakukan pendampingan dan pengawalan areal pertanaman padi hibrida.
Dikatakannya, saat ini sudah dialokasikan anggaran tambahan sebanyak Rp3 triliun untuk sektor pertanian dan itu cukup bagi pengawalan tersebut.
Pada kesempatan tersebut Herman menegaskan, agar tidak ada keengganan penggunaan benih padi hibrida meskipun perlu perlakukan khusus. "Vietnam mampu mengingkatkan produksi berasnya dengan tinggi karena menggunakan benih hibrida," katanya.