REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- TNI dan Polri diusulkan memiliki hak pilih dalam Pemilihan Umum (Pemilu). Hal ini dianggap wajar, karena aparat TNI dan Polri juga sama-sama rakyat yang membutuhkan penyaluran aspirasi.
"Kami mengusulkan agar TNI-Polri mendapatkan hak untuk memilih," ujar peneliti Cetro, Refly Harun, di DPR, Rabu (12/10). Menurutnya, tidak ada alasan bagi TNI dan Polri untuk tidak mendapatkan hak pilih. Mereka juga membutuhkan penyaluran pendapat kepada wakil rakyat di pemerintahan. Menurutnya, hak mereka untuk memilih dapat diatur dalam undang-undang Pemilu yang saat ini sedang digodok melalui Pansus Revisi UU Pemilu.
Refly menilai tidak ada ancaman yang akan mengganggu pelaksanaan Pemilu jika mereka ikut memilih. Jika memilih di tempat umum maka mereka cukup memakai pakaian biasa. Sementara jika sedang bertugas, maka bisa diatur lebih lanjut. Apakah dengan mengirimkan surat suara yang kemudian dikirim dengan amplop atau dengan cara lain. "Itu masalah teknis, bisa diatur lebih lanjut," ujar Refly.
Dia menjelaskan hak pilih bagi TNI-Polri nantinya tak perlu dicampuri oleh panglima ataupun Kapolri. Yang dilakukan dalam Pemilu adalah urusan menyalurkan aspirasi dalam Pemilu. "Ini bukan urusan Kapolri atau Panglima, tetapi DPR," ujarnya. Dia mengatakan DPR harus berani turun tangan untuk mengurusi masalah hak memilih bagi TNI-Polri.
Refly menilai, kondisi TNI-Polri saat ini tidak memiliki aspirasi yang dapat ditampung. Mereka tak dapat menyuarakan aspirasinya. "Mereka seperti tidak merasakan demokrasi, padahal tinggal di negara demokratis," papar Refly.