REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Bukan hanya Ketua KPU, A. Hafiz Ansary yang dilaporkan oleh M Syukur Mandar. Tetapi, ada empat komisioner lain yang ikut dilaporkan. Yakni Putu Artha, Endang Sulastri, Syamsul Bahri, dan Abdul Aziz.
Pihak pelapor yang juga calon legislatif (caleg) dari Maluku Utara, M Syukur Mandar mengatakan pelaporan itu terkait dengan pemalsuan surat rekapitulasi perhitungan untuk pemilu legislatif di Maluku Utara. “Pemalsuan itu dilakukan oleh pimpinan KPU pusat,” katanya saat dihubungi Republika, Selasa (11/10).
Kelima orang komisioner KPU itu dilaporkan karena dianggap telah melanggar dua pasal. Yakni pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat yang diduga dilakukan oleh pimpinan KPU yang dilakukan sendiri ataupun bersama-sama; dan pasal 266 KUHP tentang pemberikan keterangan palsu pada persidangan di Mahkamah Konstitusi.
Diterangkannya, pemalsuan surat yang dimaksud terkait dengan perubahan perolehan suaranya. Saat pemilu 2009, ia tercatat sebagai caleg dengan perolehan suara terbanyak dari partai Hanura. Yakni sebanyak 41.171 suara. Hasil itu telah disahkan oleh KPU Provinsi.
Di tangan KPU pusat angka itu berubah menjadi kisaran 36 ribuan saja. Celakanya, perubahan itu dilakukan secara sepihak tanpa mengembalikan terlebih dahulu ke KPU Provinsi untuk direvisi ataupun diverifikasi.
“Pimpinan KPU memalsukan rakapitulasi ketika perolehan suara diubah di rapat pleno KPU pusat pada 9 Mei 2009. Rekapitulasi nasional seharusnya mengacu pada hasil rekapitulasi suara ditingkat KPU Provinsi yakni pada 7 Mei 2009,” katanya. Menurutnya, jika mekanisme dan ketentuan penetapan caleg tidak dilakukan KPU, maka pihak yang bersangkutan bisa kena pidana.
Terlebih lagi, hasil ditingkat KPU provinsi itu telah ditandatangani oleh komisioner KPU provinsi dan saksi partai politik. Artinya, keputusan itulah yang seharusnya sah dan dipergunakan sebagai landasan penetapan. Tetapi, KPU pusat justru membuat berita acara baru dan tidak pernah mengubah hasil suara KPU Provinsi sama sekali.
“Berita acara itu ditandatangani dua oknum KPU berinisiap MT dan HK. Lalu, Putu Artha (komisioner KPU) mengeksekusi hasil itu tanpa memberikan kesempatan untuk klarifikasi data,” katanya.
Hasil itulah yang dibawa ke Mahkamah Konsitusi saat gugatan dilakukan. Menurut Syukur, jika surat penetapan caleg-nya saja sudah melanggar mekanisme dan kemudian dijadikan alat bukti, maka keterangan yang diberikan adalah keterangan palsu. “Kasus ini sudah menyangkut tindak pidana dan tindak kejahtan konstitusi,” katanya.
Akibat dari kasus tersebut, ia batal melenggang ke Senayan sebagai anggota dewan. Posisinya pun digantikan oleh caleg dari PDIP bernama Hayu R Anggara Shelomita
Ia mengaku baru mulai menindaklanjuti dugaan otak atik angka perolehan suara ini pada 2011. Syukur melaporkan kasusnya ke Panja Mafia Pemilu Komisi II DPR, Bareskrim Mabes Polri, dan Bawaslu. Sejauh ini, baru Bareskrim-lah yang menunjukkan progres.