REPUBLIKA.CO.ID, REMBANG-- Direktorat Jenderal Benda Cagar Budaya Bawah Air dan Peninggalan Kolonial Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata meminta situs kapal kuno di Desa Punjulharjo, Kecamatan Kota Rembang, dijaga kelembabannya dan diupayakan agar tetap basah.
"Dari aktivitas penelitian kami selama empat hari yang berakhir Kamis ini, diketahui bahwa kondisi situs kapal kuno masih kurang lembab dan kurang basah, bahkan cenderung kering. Ini tidak boleh dibiarkan," kata Ketua Tim Peneliti Direktorat Jenderal BCB Bawah Air dan Peninggalan Kolonial Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Widiati.
Pihaknya meminta dua juru pelihara situs kapal produk abad ke-7 tersebut untuk secara intensif menggenangi situs dengan air dan menutup kapal tersebut dengan kain. "Upaya ini perlu secara intensif dipantau untuk menjaga situs kapal kuno terlengkap di Asia Tenggara itu dari kerusakan. Apalagi, Pemerintah Pusat serius akan membangun museum bahari terpadu di kabupaten ini," kata dia.
Situs kapal kuno berukuran 15,2 X 47 meter merupakan produk abad ke-7 Masehi atau sekitar era Mataram Hindu. Perahu itu juga diperkirakan jauh lebih tua dibandingkan dengan Candi Borobudur yang dibangun sekitar abad ke-8 Masehi. Hal itu juga didasarkan kepada badan perahu yang terbuat dari kayu ulin dan ornamen ukir era Kerajaan Majapahit.
Pihaknya juga telah melakukan penelitian di sejumlah situs kuno lainnya di kabupaten itu untuk pengintegrasian antarsitus menjadi bagian dari museum bahari pada masa mendatang. "Misalnya mengintegrasikan situs jangkar kuno di Gegunung Wetan dan situs Candi Samudra Wela di kawasan Kiringan," kata dia.
Ia menyebutkan, setelah situs perahu kuno mengalami kekeringan, pihaknya akan lebih sering lagi memantau. "Kami akan mengintensifkan koordinasi dengan Kepala Desa Punjulharjo. Kami juga akan lebih rajin memantau," kata dia.