REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Jenderal (Purnawirawan) Sutanto membantah jika intelejen tidak bergerak dalam penanganan kasus teroris. Perangkat hukum yang lemah membuat informasi intelejen sulit ditindaklanjuti.
"Koordinasi sudah bagus terlaksana," tegas Sutanto, di Komplek Istana Negara, Rabu (28/9). Menurut Sutanto Hukum di Indonesia itu membutuhkan bukti yang cukup. Sulit bagi penegakan hukum di lapangan hanya berdasarkan informasi awal.
Informasi itu tentu perlu didalami lagi sehingga mendapatkan bukti permulaan dan dapat menindak secara hukum. Misalkan, kata Sutanto, ada informasi tentang latihan militer, dan mengarah pada perbuatan tidak benar.
Kegiatan itu seharusnya dapat dilarang. "Tapi kan hukumnya tidak mengatur seperti itu sehingga sulit. Informasi intelijen juga bukan bukti awal di pengadilan," jelasnya.
Karena itu, perlu diperjuangakan merevisi peraturan hukum terkait. Mengingat aturan yang ada belum cukup untuk itu. Namun bukan berarti dengan penetapan aturan baru (UU Intelejen), pihaknya dapat menangkap orang.
"Memang penangkapan itu tidak ada, Kita menghormati karena itu kewenangan penegak hukum," jelasnya.
Sementara kalau soal penyadapan, di negara lain juga ada. Bahkan seperti Amerikan Serikat pun setelah kejadian 11 september mempunyai kewenangan untuk menangkap. "Tapi kan kita tidak seperti itu. Cukup dengan seperti yang sekarang saja," terangnya.