REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Badan Pengawas Keuangan Pemerintah (BPKP) mengakui perhitungan kerugian negara untuk kasus korupsi proyek perangkat lunak sistem blangko KTP pada direktur jendral administrasi kependudukan Kementerian Dalam Negeri belum selesai.
Deputi bidang Investigasi BPKP, Prof. Eddy Mulyadi, menjelaskan pihaknya masih berupaya untuk mengumpulkan pendapat ahli untuk menemukan kerugian negara. "Kita dalam proses untuk pengumpulan para ahli untuk menemukan kerugian negara itu. Karena menentukan kerugian negara tidak mudah. Banyak unsur yang diperlukan untuk mendapatkan kerugian negara, faktor ekonomi dan sebagainya,"ujar Eddy saat dihubungi republika melalui sambungan telepon, Selasa (28/9).
Eddy menegaskan hal tersebut sudah dikoordinasikan dengan pihak Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung. Selain itu, tuturnya, BPKP mengirimkan surat kepada Kejaksaan Agung terkait bukti-bukti yang dimiliki penyidik untuk kasus yang sudah menetapkan empat tersangka itu. "Pada saat prosesnya kita ada komunikasi baru kita minta ini minta itu, kurang ini kurang itu,"ujarnya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Noor Rachmad, sempat menyatakan bahwa penetapan perkara (P21) korupsi percontohan E-KTP tinggal menunggu waktu hasil penghitungan kerugian negara dari BPKP. Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka kasus dugaan korupsi Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang hingga saat ini belum ditahan.
Empat tersangka yang sudah ditetapkan penyidik atas kasus tersebut adalah Ir.H.Irman M.Si (Direktur Pendaftaan Penduduk/Pejabat Pembuat Komitmen), Indra Wijaya (Direktur Utama PT.Inzaya Raya), Setiantono (Ketua Panitia Pengadaan Barang Paket P.11), dan Suhardijo (Direktur PT.Karsa Wira Utama). Irman saat ini menjabat sebagai pelaksana tugas Dirjen Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.