REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pembayaran bunga dan cicilan pokok utang luar negeri Indonesia pada RAPBN 2012 yang mencapai Rp170 triliun menjadi penghambat besar untuk program pemerintah menyejahterakan rakyat dan penghapusan kemiskinan.
"Alokasi anggaran pembayaran bunga dan cicilan pokok utang luar negeri Indonesia pada RAPBN 2012 yang mencapai Rp170 triliun sangat memperihatinkan jika dibandingkan dengan alokasi dana untuk fungsi perlindungan sosial sebesar Rp5,26 triliun," kata Komisioner Komisi Anggaran Independen (KAI), Zoemrotin K Susilo, pada acara "Launching Tanggapan Masyarakat Sipil Terhadap R-APBN 2012" di Jakarta, Rabu (28/9).
Hingga bulan Juli tahun 2011, total utang luar negeri Indonesia bertambah sebesar Rp56,79 triliun sehingga secara total berjumlah Rp1.733,64 triliun, sedangkan dana yang dialokasikan untuk lingkungan hidup sebesar Rp10,6 triliun, kesehatan Rp14,69 triliun, perumahan dan fasilitas umum Rp26 triliun, pertahanan Rp64,3 triliun, pendidikan Rp95,6 triliun, dan ekonomi Rp97,5 triliun.
Zoemrotin mengatakan, alokasi anggaran pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2012, jauh dari harapan untuk menyejahterakan rakyat. Perbandingan antara dana yang dipergunakan untuk membayar utang adalah sebesar Rp170 triliun sedangkan anggaran kesejahteraan sosial hanya sebesar Rp73,16 triliun dan disebar dalam berbagai program. "Bagaimana cara mengatasi kemiskinan dengan jumlah anggaran yang sangat kecil itu," kata Zoemrotin.
Zoemrotin mengatakan, beberapa program yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah kemiskinan harus dilaksanakan dengan serius. Program tersebut harus menyelesaikan masalah dan menciptakan kemandirian, bukan menjadikan masyarakat tergantung pada bantuan pemerintah. "Ini memang pekerjaan yang berat bagi pemerintah, namun sebaiknya pemerintah harus lebih serius untuk segera menyelesaikan permasalahan itu," tegas Zoemrotin.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, total utang pemerintah Indonesia hingga Juli 2011 mencapai Rp1.733,64 triliun. Angka itu naik Rp56,79 triliun jika dibandingkan dengan jumlah utang di Desember 2010 yang sebesar Rp1.676,85 triliun.
Dalam kesempatan tersebut, KAI merekomendasikan beberapa hal terkait pengelolaan hutang Indonesia, antara lain dengan cara menghentikan utang baru, optimalisasi pendapatan, dan efisiensi pengeluaran untuk membiayai pembangunan.
Pemerintah juga diharapkan dapat merekayasa keuangan terhadap utang lama, karena apabila tetap mengikuti ketentuan bunga yang berlaku maka Indonesia akan terus mengalami penurunan kapasitas fiskal yang disebabkan beban bunga utang dan cicilan pokok utang.
Selain dua rekomendasi itu, pemerintah diharapkan bisa mengembangkan indikator tambahan sebagai pertimbangan pengelolaan utang. Apabila Indonesia mengikuti standar International Monetary Fund (IMF), maka Indonesia masuk dalam kategori aman dalam pengelolaan utang karena rasio utang terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) di bawah 30 persen.