REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesian Corruption Watch (ICW), Senin (26/9), melaporkan dugaan praktik tindak pidana korupsi pemanfaatan lahan hutan di Kalimantan ke kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta. Dugaan korupsi kehutanan yang meyebabkan kerugian negara mencapai Rp 9.1 triliun itu diduga melibatkan tiga pemerintah kabupaten dan puluhan perusahaan.
Menurut peneliti ICW, Febri, modus korupsi yang dilaporkan adalah terjadinya ‘kongkalikong’ di balik pemberian izin pemanfaatan lahan hutan untuk kegiatan ekonomi. Misal, ada seorang bupati di satu kabupaten yang dilaporkan memberikan izin pemanfaatan hutan kepada perusahaan untuk perkebunan. Padahal, lahan yang diizinkan untuk digarap itu sebenarnya bukan kawasan hutan yang cocok untuk dijadikan daerah perkebunan.
“Ini kan aneh, kenapa lahan hutan yang tidak cocok untuk perkebunan itu malah diberikan izin untuk perkebunan,” kata Febri di Kantor KPK, Jakarta, Senin (26/9) siang.
Selain itu, Febri melaporkan bahwa di pemberian izin oleh pemerintah daerah setempat itu melanggar aturan. Namun, ia tidak mau menyebutkan secara rinci bentuk pelanggaran aturan yang dilakukan oleh pemerintahan daerah setempat.
Yang jelas kata Febri, pihaknya melaporkan dugaan tindak pidana korupsi terkait pemanfaatan lahan hutan di Kabupaten Sambas, Kabupatan Bengkayan, dan Kabupaten Ketapang. Tiga kabupaten itu masuk dalam kawasan konvervasi hutan di kawasan barat dan tengah Kalimantan.