Jumat 23 Sep 2011 20:04 WIB

Pemeriksaan KPK Harus Bedakan Oknum dan Institusi Banggar DPR

Rep: Ditto Pappilanda/ Red: Chairul Akhmad
Sejumlah pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR-RI dipanggil sebagai saksi dalam kasus dugaan suap Kemenakertrans oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (20/9).
Foto: Republika/Imam Budi Utomo
Sejumlah pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR-RI dipanggil sebagai saksi dalam kasus dugaan suap Kemenakertrans oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (20/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Partai Demokrat (PD) menilai pemeriksaan penyidik KPK yang melebar ke ranah mekanisme dan manajemen kerja Badan Anggaran DPR telah salah arah karena tidak bisa membedakan orang yang bermasalah dari lembaganya.

Anggota Badan Anggaran (Banggar) Komisi II DPR-RI dari Fraksi Demokrat, Gede Pasek Suardika, menganggap KPK sedang tidak fokus akibat masalah dugaan pelanggaran etik oleh pimpinan KPK. "Apakah karena beban KPK memang terlalu banyak? Apalagi pimpinannya bermasalah secara etik, kemudian tidak fokus ketika ingin mencermati kasus," ujar Suardika di Gedung DPR-RI, Jumat (23/9).

Menurutnya, jika ingin mengetahui mekanisme kerja, KPK tidak perlu sampai memanggil seluruh pimpinan Banggar. Empat pimpinan Banggar dipanggil sebagai saksi oleh KPK awal pekan ini dalam kasus suap dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi (PPIDT) Kemenakertrans yang menyeret dua pejabat dan satu pengusaha pelaksana tender proyek.

Salah satu tersangka menyebutkan bahwa ada keterlibatan oknum dari Banggar yang menerima komitmen fee untuk memuluskan utak-atik besaran anggaran. Tetapi Suardika berargumen, jika KPK hendak meminta keterangan seputar mekanisme kerja Banggar, cukup didapat melalui forum rapat kerja antar lembaga.

"Kalau minta risalah rapat ada, terbuka, rapatnya juga terbuka. Jadi harus dipisahkan ya, proses pengambilan keputusan dari orang-orang yang menyalahgunakan keputusannya," tegas Suardika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement