REPUBLIKA.CO.ID,MIMIKA--Ketua DPRD Mimika, Papua, Karel Gwijangge meminta manajemen PT Freeport Indonesia menghentikan upaya intimidasi terhadap para karyawan yang melakukan aksi mogok kerja.
Berbicara di Timika, Kamis, Karel mengaku menerima laporan dari karyawan Freeport bahwa sudah beberapa hari terakhir ini, petugas Securicort yang dipimpin salah seorang warga negara asing bernama Ian Curch mengintimidasi karyawan yang mogok kerja di Tembagapura untuk berangkat ke Timika.
"Kami dengar Securicort lakukan intimidasi karyawan di Tembagapura dengan mengejar-ngejar mereka di barak-barak untuk turun ke Timika. Tindakan Securicort sudah berlebihan karena kewenangan mereka hanya mengamankan areal produksi di Mil 74," kata Karel.
Bukan hanya itu, katanya, pada Rabu (21/9) pagi sekitar pukul 07.00 WIT anggota Securicort terlibat bentrok dengan petugas Security PT Freeport di Terminal Gorong-gorong.
Beruntung aksi itu tidak berlanjut karena langsung diamankan oleh sejumlah anggota Brimob yang tergabung dalam Satuan Tugas Pengamanan PT Freeport.
Menyikapi hal tersebut, Karel meminta manajemen PT Freeport memberi peringatan keras kepada petugas Securicort, apalagi yang berkewarganegaraan asing karena tindakan mereka sudah melampaui batas tugas dan wewenangnya.
"Semua bentuk intimidasi baik oleh manajemen maupun kelompok luar harus segera dihentikan. Tindakan seperti itu tidak menyelesaikan masalah, malah memperkeruh masalah," pinta wakil rakyat dari Partai Buruh itu.
Karel menegaskan, menyikapi aksi mogok kerja ribuan karyawan PT Freeport yang sudah berlangsung delapan hari sejak Kamis (15/9) maka diperlukan adanya keputusan politis yang tidak merugikan semua pihak.
"Kalau manajemen Freeport tetap bertahan pada keputusannya bahwa mogok kerja karyawan tidak sah sementara karyawan mengklaim bahwa aksi mereka sah, saya kira masalahnya akan menjadi panjang dan sulit diselesaikan. Tidak cukup dengan memberikan anjuran-anjuran disertai ancaman-ancaman agar karyawan bisa bekerja kembali. Harus ada keputusan politis," ujar Karel.
Menurut dia, DPRD Mimika siap memfasilitasi penyelesaian konflik antara manajemen Freeport dengan Pengurus Unit Kerja Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PUK SPSI) perusahaan itu.
"Kita semua tidak menghendaki Freeport sampai tutup. Kita ingin menyelesaikan masalah ini di Timika. Kalau dibawa ke Jayapura atau Jakarta, yang dilihat justru hanya kepentingan nasional sehingga operasional Freeport harus jalan, sementara kepentingan karyawan akan diabaikan," tuturnya.
Ribuan karyawan Freeport menggelar mogok kerja sejak Kamis (15/9) karena terjadi kebuntuan perundingan untuk menghasilkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang berlaku pada periode 2011-2013.
Berbeda dengan PUK SPSI, pihak manajemen Freeport menilai aksi mogok kerja karyawan adalah tidak sah alias ilegal. Manajemen Freeport mengklaim hingga saat ini sudah ada ribuan karyawan yang telah kembali ke tempat kerja mereka di Tembagapura.
Sebagian besar karyawan yang telah kembali ke Tembagapura itu merupakan karyawan perusahaan kontraktor dan privatisasi Freeport.