REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengamat migas Pri Agung Rakhmanto meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mempertimbangkan pergantian Menteri ESDM yang kini dijabat Darwin Saleh. "Saya menilai tidak ada perbaikan signifikan di Kementerian ESDM selama dipimpin Darwin," katanya di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, Kementerian ESDM seperti mengalami disorientasi dalam arah, tujuan dan prioritas yang hendak dituju. Direktur ReforMiner Institute itu mencontohkan, dalam permasalahan subsidi BBM, tidak ada kebijakan konkret yang diambil, sehingga kuota dan subsidi BBM terus membengkak. "Bahkan, sampai membawa-bawa MUI (Majelis Ulama Indonesia) segala," ujarnya.
Contoh lain adalah tidak tercapainya target produksi minyak yang ditetapkan APBN 2011 sebesar 970.000 barel per hari dan bahkan sudah direvisi menjadi 945.000 barel per hari dalam APBN Perubahan 2011. Sampai saat ini, produksi rata-rata masih di bawah 910.000 barel per hari.
Ditambah lagi, lanjutnya, akibat mengeluarkan keputusan pengangkatan pejabat Deputi Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang tidak kompeten, telah menimbulkan kekisruhan. "Dalam RAPBN 2012, juga malah lebih memilih menaikkan TDL (tarif dasar listrik) daripada BBM yang lebih mendesak," katanya.
Karenanya, ia menilai, hampir semua subsektor di bawah Kementerian ESDM menjadi jalan di tempat. Pri Agung mengatakan, Presiden perlu menunjuk Menteri ESDM dari kalangan profesional yang mempunyai rekam jejak jelas di sektor ESDM khususnya energi. "Jangan juga dari kalangan birokrat di Kementerian ESDM sendiri, karena sulit berharap bakal bisa dan berani membuat terobosan," katanya.
Sementara, Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Bobby A Rizaldi mengatakan, selama ini, kinerja Menteri ESDM memang belum memuaskan. "Namun, 'reshuffle' adalah kewenangan penuh Presiden. Jadi, terserah beliau," katanya.
Bobby mencontohkan, upaya pengendalian BBM subsidi sesuai UU APBN 2011 belum terlaksana. Lalu, keterlambatan pembangunan infrastruktur regasifikasi, subsidi energi yang malah lebih besar di 2011, dan wacana kenaikan TDL pada 2012.
"Industri migas juga menjadi tidak kondusif karena ketidakpastian regulasi perpanjangan kontrak migas baru, serta pengeluaran CSR yang makin turun, sehingga memicu gejolak sosial seperti di Tiaka," katanya.
Namun demikian, Bobby mengharapkan, setelah dua tahun belajar, ke depannya Kementerian ESDM menjadi lebih baik dan tidak lamban dalam pengambilan keputusan.