Jumat 16 Sep 2011 16:40 WIB

Masih Banyak Pemerkosaan di Rumah Tangga yang tidak Dianggap Kriminal

Korban pemerkosaan, ilustrasi
Korban pemerkosaan, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Seminar Parlemen Asia tentang Perlindungan Perempuan di New Delhi, India, mengangkat realitas buruk di kalangan perempuan dunia, diantaranya banyak negara belum secara eksplisit menganggap pemerkosaan dalam rumah tangga sebagai kriminal.

"Ada 127 negara yang masih belum eksplisit menganggap perkosaan dalam rumah tangga sebagai kriminal," kata anggota Komisi I DPR Ramadhan Pohan yang menghadiri seminar yang dibuka oleh Ketua Parlemen India Meira Kumar, Jumat (16/9).

Pada cara yang juga dihadiri Komite Kordinator Perempuan Parlemen Dunia Nurhayati Ali Assegaf tersebut, Pohan dalam surat elektroniknya mengatakan saat pembukaan Meira menyampaikan laporan bahwa sebanyak 76 persen perempuan telah menjadi korban fisik atau kekerasan seksual minimal sekali dalam hidup mereka.

"Cukup menghebohkan bahwa para pelaku kekerasan tersebut bukan orang-orang asing. Melainkan mereka yang jadi kerabat dekat, bahkan suami para korban sendiri," kata Meira.

Di Asia, lanjutnya, bentuk-bentuk nyata kekerasan dan diskriminasi sering justru lewat tradisi yang ada. "Korbannya selalu perempuan yang tak berdaya, lewat perkosaan dalam rumah tangga atau bahkan anak-anak gadis kecil," katanya.

Bahkan dewasa ini, menurut laporan tersebut, 17 dari 41 negara di Asia Tenggara dan Pasifik, lebih dari seperempat populasinya menyatakan bisa menerima seorang suami memukul istrinya. "Kita harus menjadi agen-agen perubahan dalam transformasi sosial dengan mengangkat isu-isu ini di parlemen kita dan melahirkan kesadaran di konstituen-konstituen kita," papar Meira.

Ramadhan Pohan dan delegasi Indonesia yang hadir pada seminar itu mengakui marginilitas terhadap perempuan masih terjadi di pelbagai lapangan kehidupan.

"Seminar ini memberikan pencerahan dan penyadaran penting. Saya sepakat, harus ada langkah konkret di masyarakat kita untuk majunya kaum perempuan, selain membebaskan kaum perempuan dari keterbelengguan, kekerasan dan pelecehan seksual," tegas Ramadhan Pohan.

Parlemen Indonesia mengirimkan tiga anggota DPR-RI menghadiri seminar internasional Parlemen Asia di New Delhi, 15-17 September 2011. Dipimpin Nurhayati Assegaf, dua anggota Parlemen Indonesia lainnya adalah Susaningtyas Nefo Kertopati dan Ramadhan Pohan.

Nurhayati, selain merupakan ketua Poksi I FPD dan pimpinan Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) di DPR-RI, juga dikenal sebagai Presiden Komite Kordinator Perempuan Parlemen dunia. Seminar tiga hari di GMC Balayogi Auditorium, Gedung Perpusatakaan Parlemen India di New Delhi ini fokus membahas isu-isu perempuan di kawasan Asia terutama dalam pencegahan dan merespon kekerasan terhadap kaum ibu dan perempuan.

Partisipan berasal dari anggota-anggota Parlemen, senator-senator, majelis, para pejabat kementerian-kementerian, dan sejumlah pekerja dan aktivis perempuan dari lembaga-lembaga internasional PBB maupun dari Asia. "Kita hadir di sini untuk menegaskan perhatian, kepedulian dan keaktifan kita di forum-forum internasional parlemen," kata Nurhayati.

"Parlemen Indonesia menaruh perhatian terhadap isu perlindungan kaum ibu dan perempuan," kata Susaningtyas. Selain kalangan parlemen India dan Indonesia, negeri-negeri lain yang mengirimkan pesertanya termasuk Afghanistan, Iran, Laos, Malaysia, Filipina, Moldovia, Pakistan, Srilanka, Thailand, dan Inter Parliament Union (IPU).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement