Senin 12 Sep 2011 17:03 WIB

Perda Perlindungan Anak Kota Surabaya Disahkan

Rep: c01/ Red: cr01
Dua anak jalanan penjual koran, duduk di emperan pintu masuk salah satu mal di Surabaya. Anak jalanan rawan jadi korban human trafficking.
Foto: Antara/Eric Ireng
Dua anak jalanan penjual koran, duduk di emperan pintu masuk salah satu mal di Surabaya. Anak jalanan rawan jadi korban human trafficking.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Perlindungan anak di Kota Surabaya telah memiliki payung hukum berupa Peraturan Daerah (Perda). Pada Selasa (13/9) ini, Perda perlindungan anak tersebut disahkan dalam sidang paripurna DPRD Kota Surabaya.

"Pembahasan Raperda perlindungan anak di Pansus (panitia khusus) sudah selesai, Bamus (badan musyawarah) sudah setuju sehingga akan diparipurnakan besok (13/9) pagi," ujar Ketua Pansus Perda Perlindungan Anak DPRD Kota Surabaya, Yayuk Puji Rahayu, Senin (12/9).

Pembahasan Perda tersebut sebenarnya telah selesai sejak 2 Agustus lalu. Namun, Yayuk mengatakan pelaporannya terlambat dua hari sehingga rapat Bamus baru dilaksanakan pada 4 Agustus. "Dalam Perda itu, hampir semua persoalan krusial terkait perlindungan anak sudah dimasukkan," ujarnya.

Sejumlah masalah terkait perlindungan anak seperti pemenuhan kebutuhan pendidikan dan kesehatan telah diatur dalam Perda tersebut. Yayuk mengatakan Perda ini juga menyinggung masalah perdagangan manusia (trafficking). Hanya saja, trafficking akan dibahas secara khusus dalam Perda inisiatif. "Dalam perda perlindungan anak, disinggung soal trafficking yang akan disinkronkan dengan Perda trafficking yang saat ini dibahas di Badan Legislatif," jelasnya.

Sejumlah perubahan dari Raperda juga dilakukan seperti definisi anak. Sebelumnya, anak yang akan dilindungi Perda hanya dari orang tua ber-KTP Surabaya. Pasal soal itu kemudian dihapus karena semua anak harus dilindungi. Yayuk mengakui penghapusan pasal terkait anak dengan orang tua asli Surabaya tersebut dilakukan setelah mendapat tekanan dari sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Sebelumnya, Perda tersebut hanya meliputi anak dari Surabaya lantaran menimbang anggaran yang harus ditanggung Pemkot Surabaya. "Sekarang, semua anak dilindungi. Nantinya agar pemerintah kota tidak terbebani biaya, maka akan bekerjasama dengan pemerintah daerah tingkat satu (pemerintah provinsi)," kata Yayuk.

Sebelumnya, Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana Kota Surabaya, Ikhsan, mengungkapkan masih banyak anak yang bekerja di sektor informal. Selain itu, masalah perdagangan manusia (trafficking) masih terus terjadi. "Kita ingin memastikan adanya perlindungan terhadap anak karena masih ada berbagai permasalahan seperti anak jalanan, anak yang bermasalah dengan hukum, trafficking, dan pekerja anak. Itulah tujuan perda perlindungan anak," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement