REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Badan Pusat Statistik (BPS) mendukung langkah Bulog untuk mengimpor beras sebanyak 800 ribu ton hingga akhir 2011 ini. Dengan catatan, impor hanya dilakukan untuk menambah cadangan beras dalam negeri, bukan karena faktor penerimaan dan penawaran.
"Ini juga BPS memberikan saran itu ya, kalau mau ada impor karena impor itu kan tidak semata-mata ada suplai dan demand ya, surplus, tapi yang paling mudah kita lakukan impor beras itu adalah mengukur cadangan beras pemerintah," kata Kepala BPS Rusman Heriawan, di Kemenko Perekonomian, Rabu (7/9).
Impor bukan berarti ada defisit beras, tapi lebih kepada penguatan cadangan beras yang ada di Bulog. Kalau cadangan itu kuat, pemerintah lebih confidence bisa jaga stabilitas harga beras, tapi yang penting jangan sampai masih terjadi impor seperti pada tahun lalu.
Tahun lalu, impor dilakukan ketika petani mempersiapkan diri menghadapi panen raya. "Pokoknya dia harus selesai apakah semua dimanfaatkan semua kuota dari impor atau tidak, dia harus selesai impor pada Desember. (Karena) Januari, Februari itu sudah persiapan panen raya," katanya.
Pada Januari-Februari 2010, kata Rusman, masih ada beras impor masuk. Itu sangat melukai perasaan petani yang ketika itu menjelang panen raya. Rusman menambahkan, pemerintah juga akan melakukan review mengenai produksi dan konsumsi beras.
"Kita review lah, sekarang itu kita mengatakan konsumsi beras bahwa per kapita beras per tahun itu 139 kilogram per tahun ya," katanya. Padahal, sudah sangat jarang negara yang juga konsumsi atau sama-sama konsumsi beras yang sampai 139 kilogram. Jepang saja di bawah 80 kilogram per tahun.