REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Para koruptor di Indonesia tidak perlu dan tidak layak diberikan remisi atau pengurangan hukuman, kata Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqqodas di Yogyakarta, Selasa (30/8).
Diminta komentarnya tentang pemberian remisi koruptor, usai ukhotbah shalat Idul Fitri 1432 H di Alun-alun Selatan, Yogyakarta, Selasa, ia menegaskan bagi koruptor yang telah merugikan negara dan membuat sengsra rakyat miskin di negeri ini jelas tidak perlu diberikan remisi atau pengurangan hukuman.
"Mestinya mereka disamakan dengan hukuman para teroris yang tidak pernah diberikan remisi, sebab koruptor justru akan merasa senang jika memperoleh remisi," kata Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqqodas.
Menurut dia, berkaitan dengan hal itu, Undang-undang tentang pemberian remisi harus diubah agar para koruptor di negeri ini tidak memperoleh remisi atau pengurangan hukuman. "Jadi, yang harus dilakukan adalah mengubah dulu Undang-undang tentang pemberian remisi," ujarnya, menegaskan.
Ketika ditanya tentang hikmah Idul Fitri bagi pemberantasan korupsi, ia mengatakan Idul Fitri yang berarti kembali ke fitrah atau suci hendaknya menjadikan aparat negara didorong menemukan kualitas fitrah dalam mengelola pemerintah dan negara.
Dengan demikian, aparat negara dalam mengelola pemerintahan dan negara harus sesuai dengan semangat fitrah, menjauh dari proses politik yang koruptif dan proses politik untuk kepentingan masing-masing partai politik,
"Jadi, seharusnya sudah saatnya dibalik yaitu dalam mengelola pemerintah dan negara tidak untuk kepentingan masing-masing parpol, namun untuk kepentingan rakyat Indonesia, sebab sampai saat ini masih ada 40 juta penduduk miskin di negeri ini. Jangan justru menjadikan rakyat makin melarat karena proses politik," ucap Busyro Muqqadas, menegaskan.