Selasa 23 Aug 2011 15:15 WIB

Indonesia tak Mau Buru-buru Berdagang Karbon

Rep: c17/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perkiraan ketersediaan karbon di hutan Indonesia mampu menyediakan 45 persen kebutuhan pasar karbon dunia. Hingga saat ini, tak ada satupun negara yang memiliki cadangan karbon melebihi 55 persen. Itu pertanda Indonesia memegang peranan penting dalam prospek perdagangan karbon dunia.

Sebanyak 55 persen stok karbon tersebut ada di dalam hutan berstatus kawasan pelestarian alam dan kawasan suaka alam seluas 24.390.604 hektare (ha). Terdapat juga dalam kawasan hutan lindung seluas 32.006.316 ha, dan kawasan hutan lainnya.

“Oleh sebab itu kita tak mau buru-buru berdagang karbon,” ungkap Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan R Iman Santoso kepada Republika di lobi Hotel Le Meridien Jakarta, Selasa (23/8).

Indonesia sendiri belum menetapkan standar harga karbon. Menurut Iman, kisaran harga karbon di pasaran internasional berkisar 10 – 50 US Dollar perton karbon.

Seandainya nanti Indonesia siap berdagang karbon, lanjut Iman, harga Indonesia jangan sampai di bawah harga pasar internasional. Meskipun, sudah ada dua lokasi di Indonesia yang saat ini sudah berpotensi sebagai wilayah perdagangan karbon, yaitu Jambi dan Kalimantan Tengah.

Pengamat dari Climate Policy Institute Candra Kirana meyakini bahwa pasar karbon itu sudah ada. Negara berkembang seperti China contohnya, sudah menargetkan enam provinsinya sudah menjadi pasar karbon. Negara lainnya yang mulai menerapkan seperti negara-negara Eropa, India, dan Amerika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement