Senin 22 Aug 2011 18:46 WIB

Menkokesra Akui Pendidikan Indonesia Tertinggal

Rep: C13/ Red: Didi Purwadi
Suasana Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di ruang kelas yang rusak di SDN 2 Larangan, Desa Larangan, Kec. Lohbener, Kab. Indramayu, Jabar.
Foto: Antara
Suasana Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di ruang kelas yang rusak di SDN 2 Larangan, Desa Larangan, Kec. Lohbener, Kab. Indramayu, Jabar.

REPUBLIKA.CO.ID,BALIKPAPAN - Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra), Agung Laksono, mengakui dunia pendidikan di Indonesia tertinggal. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), kata dia, penduduk Indonesia mengenyam pendidikan rata-rata 7,4 tahun.

Dengan kata lain, program Wajib Belajar (wajar) 9 Tahun belum tuntas. "Jika dirata-rata, tingkat pendidikan penduduk tidak tamat SMP," kata Agung saat silaturahim menjelang buka puasa dengan Muspida Kalimantan Timur di rumah dinas Wali Kota Balikpapan, Senin (22/8). Kondisi itu sangat berbanding terbalik dengan tingkat pendidikan di Malaysia yang rata-rata warganya menempuh jenjang perguruan tinggi.

Menurut Agung, dengan realitas tingkat pendidikan masyarakat yang rendah maka tak heran tenaga kerja yang dihasilkan tidak berkualitas. Ia merujuk pada banyaknya tenaga kerja Indonesia (TKI) yang berangkat ke luar negeri dengan modal nekat. Tanpa diimbangi kemampuan (skill) dan wawasan memadai, keberadaan TKI selalu menimbulkan konflik dengan orang yang mempekerjakannya.

"Banyak pekerja tak tamat SD kerja di luar negeri. Akhirnya pakai bahasa tarsan dan timbul konflik dengan majikan," kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar tersebut. Solusi masalah itu disebutnya adalah pemerataan pendidikan dan tugas pemerintah memberi akses pendidikan agar terjangkau seluruh rakyat.

Untuk meningkatkan tingkat pendidikan masyarakat, lanjut Agung, pemerintah berusaha membiayai seluruh program Wajar 9 Tahun. Melalui dana bantuan operasional sekolah (BOS) SD dan SMP maka tak boleh ada lagi pungutan sekolah.

Ia mengakui pada 2011 dana BOS sebesar Rp 16,8 triliun hanya mampu mencakup 75 persen kebutuhan sekolah. Tapi, tahun depan digelontorkan Rp 23,5 triliun atau 100 persen kebutuhan sekolah terpenuhi oleh BOS. "Jadi semua gratis. Tak ada pungutan sekolah yang memberatkan siswa lagi," katanya. Semua itu dipenuhi dengan menyesuaikan perkembangan keuangan negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement