Jumat 19 Aug 2011 08:38 WIB

Ekonomi Syariah Sangat Efektif Cegah Korupsi

Rep: sefti oktarinisa/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Sistem ekonomi syariah dianggap merupakan cara yang efektif untuk mencegah timbulnya korupsi. Menurut pengamat ekonomi Hendri Saparini, jika dilihat dari segi pendekatan emosional, keuangan syariah memiliki pagar yang lebih jelas dibanding konvensional.

Hal ini terutama jika dilihat dari aspek keyakinan, di mana ada pagar akan sesuatu yang halal dan haram. “Sehingga untuk melakukan suatu tindakan, seseorang akan melihat tak hanya aspek dunia tapi juga aspek akhiratnya,” katanya saat ditemui Republika, seusai Diskusi Ekonomi Syariah dan Pencegahan Korupsi, Kamis (18/8) malam.

Dari segi sistem, ekonomi syariah memiliki beberapa keunggulan dalam mengatasi persoalan korupsi. Di antaranya, ajaran yang tidak membenarkan pemberian hadiah dan larangan menggunakan sesuatu yang bukan hak bahkan memposisikan diri sebagai makelar dalam proyek pemerintah.

Selain itu, jika menilik akar korupsi yakni kemiskinan dan kesenjangan sosial, ekonomi syariah bisa menjadi jawaban dari permasalahan ini. Pasalnya dalam Islam, ada keharusan dan kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar baik dari instrument terkecil seperti keluarga, masyarakat, hingga pemerintah.

“Dari sisi individu, Islam mewajibkan seseorang untuk mencari nafkah, dan otomatis ini juga membuat pemerintah wajib menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat,” jelasnya. Sehingga ini bisa menjadi cara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meminimalisir korupsi akibat tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.

Meski demikian, ia mengaku untuk mengaplikasikan sistem ini bukan hal gampang. “Karena kita tidak punya aturan detail tentang ini,” katanya. Ia pun menyadari hal ini tak akan terhindar dari pro dan kontra dalam masyarakat. Sehingga, sosialisasi yang benar untuk memberi pemahaman pada masyarakat mutlak diperlukan.

Berdasarkan survei bank dunia, masyarakat Indonesia dianggap belum sejahtera. Pasalnya 42 persen penduduk Tanah Air, merupakan masyarakat yang sensitif akan harga pangan. Rendahnya kesejahteraan masyarakat dan kesenjangan sosial, bukan hanya individu tapi juga wilayah, menjadi alasan mengapa korupsi terjadi. Angka kemiskinan di sejumlah provinsi misalnya, sekitar 50 persen, berada di atas rata-rata.

Pendapat senada juga diutarakan pengamat ekonomi lainnya, dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Euis Amalia. Ia menuturkan pemberantasan korupsi bisa dilakukan jika ada transformasi nilai-nilai ekonomi Islam, ke dalam sitem yang berlaku.

“Masalahnya, jangan lembaga keuangan syariah saja yang disorot,” katanya. Teori-teori makro ekonomi, yang ada dalam Islam, seperti bagaimana realisasi keadilan distributif juga harus mulai disosialisasikan.

Ia berujar sarana pendidikan bisa digunakan. Bukan hanya lembaga pendidikan formal tapi juga non formal, seperti dalam keluarga. Lagipula, teori dalam keuangan syariah berlaku universal. “Sehingga bisa diaplikasikan, walau untuk non Muslim sekalipun,” jelasnya.

Sementara itu, menurut pakar perbankan syariah sekaligus Ketua Asosiasi Perbakan Syariah Indonesia (Asbisindo), A Riawan Amin, korupsi terbesar adalah terjadinya kesenjangan distribusi. Ia menilai hal ini bisa terjadi jika dalam lembaga keuangan, misalnya perbankan, menganut riba, fiat money (uang kertas) dan fractional reserve requirement (cadangan minimal uang di bank).

“Jadi korupsi terbesar adalah sistem keuangan itu,” katanya. Ia mensinyalir, hal ini pulalah yang menjadi alasan mengapa negara maju bisa gampang mengatur Indonesia selama ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement