REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kabar kekalahan Jepang oleh sekutu telah menyebar ke seantero negeri. Para pemuda mendesak golongan tua untuk segera memproklamirkan berdirinya negara republik Indonesia.
Akan tetapi Bung Karno bersikeras melangsungkan proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama, Nasaruddin Umar mengatakan Bung Karno begitu ngotot menjadikan tanggal 17 sebagai hari proklamasi lantaran angka 17 bermakna baik.
Bung Karno menghubungkan angka 17 dengan jumlah raka'at shalat dalam sehari yang dilaksanakan umat Islam. Bung Karno juga menghubungkan 17 Agustus yang kala itu bertepatan dengan 17 Ramadhan atau hari turunnya Alquran.
"Jadi begitu besar pengaruh ramadhan terhadap proklamasi," kata Nasaruddin saat berceramah tentang Hikmah Ramadhan dalam acara Iktikaf Akbar, Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK), Rabu (17/8).
Nasaruddin mengatakan naskah proklamasi yang singkat lantaran saat dibuat harus selesai sebelum shalat Jum'at. Jadi, panitia sepakat untuk menyelesaikan pembuatan naskah sebelum shalat. "Dalam perumusan itu, hadir ulama dan kiai yang turut," kata dia.
Nuansa Ramadhan juga tercermin dalam naskah pembukaan undang-undang dasar. Menurut Nasaruddin, nuansa itu secara tekstual terekam dalam penggunaan kalimat 'Atas Berkat Rahmat Allah SWT' dalam pembukaan Undang-undang. "Pendiri bangsa menggunakan Allah, bukan Tuhan yang Maha Esa," kata dia.
Karena itu, umat Islam harus berbangga dengan sumbangsihnya terhadap pendirian bangsa ini. Apalagi dilakukan ketika umat tengah menjalankan pendidikan mental dan spiritual selama Ramadhan. "Kita butuh 350 tahun lebih untuk menyaksikan 17 Agustus bertepatan dengan 17 Ramadhan. Jadi kita harus bersyukur," pungkas dia.