Senin 15 Aug 2011 20:34 WIB

Miliki Dua Bukti Baru, Antasari Azhar Ajukan PK

Rep: c13/ Red: Krisman Purwoko
Antasari Azhar
Foto: antara
Antasari Azhar

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Antasari Azhar memilih langkah hukum Peninjauan Kembali (PK) atas kasus penembakan direktur utama PT Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (15/8). Kuasa hukum Antasari Azhar, Maqdir Ismail, mengatakan banyak kesalahan yang dilakukan hakim saat memvonis kliennya.

Ia memiliki dua bukti baru (novum) yang bisa dijadikan dasar untuk meluruskan kesalahan hakim di persidangan kepada kliennya dalam pengajuan PK. Pertama segala hal yang terkait dengan Antasari yang disinyalir ikut serta atau menganjurkan tindakan pembunuhan atas Nasrudin. Padahal, kata dia, dalam aturan hukum pidana yang dianut Indonesia, tidak mengenal klasifikasi turut serta atau menganjurkan.

Maqdir menyebut, bagaimana caranya hakim bisa menunjukkan bahwa kliennya menganjurkan pembunuhan, misalnya kepada Sigit Haryo Wibisono maupun orang lain. “Argumen ini yang akan kami sampaikan,” terang Maqdir ketika dihubungi Republika, Senin (15/8) malam.

Novum lainnya, sambung Maqdir, terkait adanya pesan singkat (SMS) berupa ancaman yang disebut dikirimkan kliennya kepada Nasruddin sebelum pembunuhan terjadi. Bukti SMS itu yang dipertanyakannya sebab sebelumnya dijadikan jaksa penuntut umum (JPU) untuk menjerat kliennya di persidangan.

Padahal ia yakin bukti SMS itu tak ada dan kliennya tidak pernah mengirim SMS yang dimaksud kepada korban. “Bukti baru ini kami yakin bahwa tidak ada ancaman kepada Nasrudin,” ujar Maqdir.

Belum lagi kelalaian hakim yang memaksa JPU untuk menunjukkan baju korban ketika peristiwa pembunuhan terjadi sebagai bukti di persidangan. Maqdir menyebut hal itu tak bisa dibenarkan dengan alasan baju tersebut hilang.

Segala keanehan itu, menurutnya tak bisa dijadikan bukti bagi hakim untuk memvonis kliennya bersalah. Hal itu dinilainya menjadi pokok permasalahan sebab jarak tembak yang dituduhkan itu harus bisa dibuktikan. Pasalnya jarak penembakan—yang juga dianggapnya fiktif— apakah jauh atau dekat harus bisa dibuktikan. Kalau dari jarak dekat bisa dilihat dari mesiu yang melekat dari tubuh korban, baju korban dan mobil.

“Ini kami anggap sangat penting. Sebab bisa menentukan siapa pelaku pembunuhan sebenarnya, apakah Daniel Daeng Sabon (eksekutor) atau ada orang lain,” jelas Maqdir.

Belum lagi dalam pemeriksaan berkas perkara Antasari tidak ditemukan hasil pemeriksaan terhadap mobil Nasrudin. Ia menyebut hal itu sebagai bentuk kelalain besar sebab harusnya penyidik memeriksanya dalam laboratorium kriminalistik. Maqdir melanjutkan, adanya luka tembak pada Nasrudin di bagian kepala sebelah kiri yang terlihat parallel. Namun, jika dilihat dari bekas tembakan pada mobil korban maka bekas tembakan terlihat bergaris vertikal.

“Foto hasil forensik RSCM juga tak pernah ditunjukkan dalam persidangan,” papar Maqdir. Padahal luka pada kepala korban sebelah kiri tampak parallel harusnya dijadikan pertimbangan hakim sebelum menjatuhkan putusan. Karena itu, ia yakin PK atas Antasari itu bisa membawa hal positif bagi kliennya.

Mantan ketua KPK Antasari Azhar, menjadi pesakitan dalam kasus pembunuhan Nasrudin. Dalam persidangan, majelis hakim PN Jakarta Selatan, yang dipimpin Herri Swantoro memvonis Antasari dengan 18 tahun penjara, pada 11 Februari 2010. Antasari, menurut hakim, terbukti terlibat dalam pembunuhan tersebut.

Di tingkat banding, pada 17 Juni 2010, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperkuat hukuman Antasari Azhar dengan 18 tahun penjara. Antasari dinilai sah dan menganjurkan pembunuhan berencana terhadap Nasrudin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement