Kamis 11 Aug 2011 20:33 WIB

Muhammadiyah tak Haramkan Penukaran Uang

Red: cr01
Jasa penukaran uang
Foto: andikafm.com
Jasa penukaran uang

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO – Menjelang lebaran tahun ini mulai menjamur jasa penukaran uang baru di jalan-jalan. Penyedia jasa mengenakan potongan dengan besaran variatif kepada konsumen yang ingin menukarkan uangnya dengan uang lembaran baru.

Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Dien Syamsuddin, berpandangan jasa penukaran uang tersebut masih wajar selama tidak ada unsur paksaan dari penyedia jasa. "Penukaran uang dengan ada sedikit imbalan jasa itu sah-sah saja," ujar Dien di sela-sela acara pembukaan kantor cabang Bank Syariah Bukopin di Solo, Kamis (11/8).

Menurut Dien, untuk menentukan hukum syariah atas jasa penukaran uang yang juga banyak bermunculan di Solo dan sekitarnya, tidak perlu fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dengan konsep fikih "antarodhin min kum" antara masing-masing pihak sukarela, maka transaksi jasa semacam itu sah secara syariah.

Namun demikian, kata Dien, pengecualian terjadi manakala ada unsur paksaan, penipuan, dan kebohongan dalam transaksi jasa tersebut. Selama potongan yang dikenakan kepada konsumen diberitahu oleh penyedia jasa dan konsumen menerima ketentuan tersebut, maka sudah sah secara agama.

'Tapi imbauan saya, jangan terlalu banyaklah motongnya. Kalau konsumen ingin dapat pahala, ya niatkan saja potongan itu sebagai sedekah di bulan Ramadhan," kata Dien.

Ihwal jasa penukaran uang di jalan menjelang lebaran, MUI Kabupaten Jombang, Jawa Timur, berpendapat kegiatan tersebut adalah haram. Ketua MUI Jombang, KH Kholil Dahlan, mengatakan fatwa haram dikeluarkan karena selain merugikan konsumen kegiatan penukaran uang dengan cara menjual uang sama dengan riba.

"Kalau nilainya sama, bentuk uangnya sama kemudian yang baru dikasih nilai lebih itu berarti disitu sudah riba, haram itu," ujar Kholil Dahlan.

Pendapat Kholil mendapat respon dan dukungan dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PW NU) dan MUI Jawa Timur. "Itu nggak perlu fatwa, karena yang namanya riba (bunga uang) itu memang diharamkan dalam agama. Islam memang melarang jual-beli uang dengan uang yang tidak setara," kata Rais Syuriah PWNU Jatim, KH Abdurahman Navis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement