Sabtu 30 Jul 2011 22:27 WIB

Perkebunan Sawit Astra di Sulsel Diduga tak Sesuai HGU dan Serobot Kawasan Hutan

Perkebunan Kelapa Sawit, ilustrasi
Perkebunan Kelapa Sawit, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, MATRA - Lahan perkebunan yang dijalankan anak perusahan PT Astra Group di Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat, PT Letawa, diduga menyalahi peraturan pemerintah. Pasalnya, area perkebunan yang digarap tidak sesuai hak guna usaha (HGU) yang dimiliki.

Direktur Eksekutif Lembaga Pemerhati Lingkungan Matra (LPLM), Imran di Matra, Sabtu (30/7) mengatakan persoalan ini telah berlangsung tujuh tahun lalu dan belum ada solusi yang ditemukan baik dari Pemkab Matra, maupun dari Badan Pertanahan Nasional Matra yang dianggap memiliki peran untuk melakukan pengawasan.

Ia menjelaskan, perusahaan telah melanggar aturan HGU yang diterimanya untuk menjalankan perkebunan sawit di sekitar Kecamatan Lariang dan Tikke Raya, Matra, yang menjadi lokasi pengelolaan salah satu anak perusahaan PT Astra, yaitu PT Letawa.

Dalam HGU yang dimiliki PT Letawa disebutkan perusahaan hanya berhak mengelola lahan perkebunan sawit seluas 10.297 hektar. HGU tersebut menjadi dasar bagi perusahaan dan pemerintah untuk tidak terjadi perluasan area perkebunan jika tidak mendapat ijin dari Kementerian Kehutanan.

"Jika perusahaan terbukti menggarap lahan perkebunan sawit lebih dari jatah yang tertuang dalam HGU, maka hal itu merupakan dugaan pelanggara yang harus segera diselidiki melalui pengukuran ulang wilayah perkebunan yang dikelolah oleh perusahaan," jelas Imran.

Bahkan, ia mengatakan, PT Letawa saat ini telah menggarap lahan perkebunan sawit seluas 15.000 hektar dan hal tersebut yang dianggap sebagai dugaan pelanggaran.

"Itu artinya, ada kawasan hutan lindung yang diduga diserobot perusahaan, sebab lokasi perkebunan berbatasan dengan kawasa hutan lindung dan pemukiman warga," jelas Imran.

Diharapkan, BPN Matra bisa segera membuktikan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT Astra beserta beberapa anak perusahaannya. Pasalnya dugaan penyerobotan kawasan hutan itu  merugikan banyak pihak termasuk masyarakat dan pemerintah.

Menurut dia, dalam HGU yang dikelola PT Letawa juga terdapat tanda perbatasan antara kawasan hutan dengan kawasan perkbunan dan wilayah perkebunan yang dianggap melampaui batas. Kelebihan wilayah yang melewati itu sekitar 4.303 hektar dan merupakan hutan lindung yang dijadikan lahan perkebunan.

"Tentunya ini merupakan pelanggaran besar dan bisa menimbulkan sanksi cukup besar pula terhadap perusahaan yang dianggap telah merusak lingkungan dan kelestarian alam," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement