Rabu 27 Jul 2011 12:32 WIB

Fatwa Pertambangan MUI Perkuat Hukum Positif

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Siwi Tri Puji B
area pertambangan
Foto: Republika
area pertambangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta mengatakan, fatwa mengenai pertambangan ramah lingkungan memperkuat hukum positif dan menjadi pijakan normatif bagi pemerintah, pengusaha pertambangan, tokoh agama dan masyarakat dalam mengelola pertambangan.

"Di Kementerian Lingkungan Hidup sudah ada hukum positif yang memberi sanksi bagi perusak lingkungan, tapi kita juga menggunakan berbagai upaya dan sarana sehingga ada sanksi moral," katanya pada peluncuran fatwa pertambangan ramah lingkungan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta, Rabu.

Gusti mengatakan, setiap kegiatan pasti ada dampaknya sehingga diupayakan untuk meminimalkan dampak tersebut sebab sumberdaya alam diciptakan untuk dimanfaatkan oleh manusia.

Lebih lanjut dikatakannya, mengapa masalah tambang yang diutamakan dibuat fatwa karena dampak kerusakan lingkungan dari kegiatan pertambangan lebih besar dari kegiatan lainnya.

"Masalah tambang difatwakan karena dulu ada aturan tentang penebangan kayu dengan syarat tertentu misalnya kayu boleh ditebang jika memiliki diameter lebih dari 50 cm tapi kalau pertambangan tidak, gunung dikeruk hingga menjadi danau. Jadi tepat jika MUI memilih tambang dulu untuk difatwakan," katanya.

Gusti menambahkan, berdasarkan hasil inspeksi di lapangan, kegiatan pertambangan yang lebih banyak merusak adalah pertambangan kecil berdasarkan Kuasa Pertambangan (KP).

Ketua MUI bidang Fatwa Ma'ruf Amin mengatakan, para ulama sudah lama mempunyai keyakinan tentang kerusakan lingkungan hidup dan pada Munas MUI 2010 dibentuk lembaga yang mengurus lingkungan di MUI yaitu Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup. "Karena itu kita memulai menjalin hubungan dengan Kementerian Lingkungan Hidup. Intinya kita ingin tidak ada kerusakan dan ada upaya rehabilitasi," kata Ma'ruf.

Dia menambahkan, fatwa tersebut diperuntukkan kepada semua kalangan yaitu pemerintah, pengusaha pertambangan, tokoh agama dan masyarakat.

Dalam fatwa tersebut menyatakan, pertambangan boleh dilakukan sepanjang untuk kemaslahatan umat, tidak mendatangkan kerusakan dan ramah lingkungan. "Jika merusak dan membuat masyarakat lebih menderita itu haram dan harus dicegah dengan tindakan oleh pemerintah. Apa saja yang merusak menurut agama itu harus dicegah," ujar Ma'ruf.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement