Selasa 19 Jul 2011 20:07 WIB

DIY Berencana Ekspor 200 Kera Ekor Panjang

Kera Ekor Panjang
Kera Ekor Panjang

REPUBLIKA.CO.ID,GUNUNG KIDUL--Balai Konservasi Sumber Daya Manusia berencana mengekspor 200 kera ekor panjang asal Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Balai Konservasi Sumber Daya Manuia (BKSDA) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sartana di Gunung Kidul, Selasa, mengatakan, ekspor kera ekor panjang ke luar negeri itu, merupakan salah satu solusi jangka pendek mengatasi populasi satwa tersebut yang berlebih di Kabupaten Gunung Kidul. "DIY akan mengekspor 200 kera, dan kini masih menunggu hasil pendataan menyeluruh di kabupaten itu," katanya.

Ia mengatakan BKSDA akan menyerahkan ratusan kera ekor panjang kepada CV Primako di Jakarta sebagai perusahaan pengeskpor kera. "Sebelum diekspor, kera tersebut akan melalui proses penangkaran terlebih dulu," katanya.

Menurut dia, BKSDA menganjurkan dilakukan penangkapan kera ekor panjang di Gunung Kidul, karena hasil pengamatan di lapangan menunjukkan keberadaan binatang itu meresahkan warga petani. "Oleh karena itu, warga boleh menangkap kera ekor panjang dengan menggunakan peralatan apa pun, dan tidak ada persyaratan khusus," katanya.

Ia mengatakan kera ekor panjang (Macaca fasciularis) tergolong dalam kelas primata, dan tidak langka. "Satwa liar itu selama ini belum dinyatakan sebagai hewan yang dilindungi, sehingga boleh ditangkap," katanya.

Sartana mengatakan warga sebaiknya berkomunikasi dengan kepala dusun dan BKSDA saat melakukan penangkapan satwa itu. "Kami berharap masyarakat aktif melapor, sehingga kami bisa turun ke lapangan untuk membantu warga," katanya.

Ia mengatakan BKSDA telah melakukan pengamatan mengenai dampak keberadaan kera ekor panjang di perbukitan Dusun Duwet dan Pantai Siung, Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunung Kidul, pada 18 Juli 2011. "Kera-kera itu cukup cerdik, sehingga kami tidak berhasil mendeteksi jumlahnya di dua tempat tersebut," katanya.

Menurut dia, BKSDA akan terus melakukan pendataan di lapangan untuk menghitung populasi kera itu. "Setiap tahun populasi kera tersebut selalu bertambah, sehingga data yang kami miliki harus terus diperbaharui," katanya.

Sartana mengatakan BKSDA juga telah menyiapkan solusi jangka panjang untuk mengatasi populasi kera itu melalui penanaman ribuan pohon. "BKSDA bersama pemerintah desa akan menanam ribuan pohon penghasil buah, sehingga bisa menjadi tempat makanan kera," katanya.

Sementara itu, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Gunung Kidul (UGK) Sudarli mengatakan ekspor kera ekor panjang berisiko, karena mengancam keberadaan spesies itu. "Kera ekor panjang tergolong hewan khas yang hidup di daerah endemik, dan tidak bisa hidup di sembarang tempat," katanya.

Ia mengatakan melalui konservasi merupakan upaya yang lebih tepat sebagai solusi untuk mengatasi populasi kera ekor panjang yang berlebih. "Konservasi lebih memudahkan dan menguntungkan, karena kera ini bisa menjadi aset daerah," katanya.

Menurut Sudarli, solusi konservasi yang lebih aman telah diusulkan pada 2010, namun belum mendapat tanggapan dari pemkab setempat. "Gunung Kidul semestinya melihat keberhasilan Bali menangkap peluang, dan menjadikan kera sebagai aset daerah, dan contohnya Sangeh yang mampu menarik wisatawan dengan banyaknya kera di tempat itu," katanya.

Ia mengatakan melalui konservasi tersebut, kelestarian dan kelangsungan hidup kera ekor panjang bisa terjaga. "Membunuh dan menangkap kera guna mengatasi populasi yang berlebih, tidak efektif untuk jangka panjang," katanya.

Ia mengatakan di Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunung Kidul, terdapat sekitar enam ribu kera ekor panjang yang berumur hingga 10 tahun. "Kera itu memiliki ciri tubuh dengan tinggi 40 centimeter, dan panjang ekor 30 hingga 40 centimeter," katanya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement