REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kubu tersangka kasus suap Sesmenpora, M Nazaruddin, menyayangkan sikap Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono yang memberi perintah kepada Kapolri, Jenderal Timur Pradopo untuk membawa pulang kliennya ke tanah air. Presiden dianggap pilih kasih terhadap pihak-pihak yang sudah jelas bersatatus sebagai terpidana korupsi yang bersembunyi di Singapura.
"Ada apa dengan SBY ini, mengapa dia marah betul pada klien saya," kata Kuasa Hukum Nazaruddin, OC Kaligis saat dihubungi Republika, Jumat (1/7).
Kaligis mengatakan, dalam upaya penegakkan hukum, presiden tidak bisa pandang bulu. Artinya, kalau ada perintah menjemput terhadap seseorang yang terjerat masalah hukum di luar negeri, tidak bisa menyebut hanya salah satu nama saja.
Sehingga, ia mempertanyakan sikap SBY yang tidak memberi perintah kepada Kapolri untuk menjemput orang-orang yang sudah jelas terpidana korupsi yang bersembunyi di Singapura. Padahal, Nazaruddin hingga saat ini masih berstatus sebagai tersangka yang belum terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Kaligis menilai, ada politisasi dalam kasus suap Sesmenpora tersebut. Kasus ini tidak lagi murni sebagai kasus pidana tetapi telah disusupi oleh muatan politis di dalamnya.
Terkait dengan upaya pemulangan terhadap Nazaruddin, Kaligis mengatakan hal tersebut bisa saja. Namun, ia tidak bisa melakukan hal tersebut karena Nazaruddin yang belum terbukti bersalah sudah mendapat hukuman seperti itu. Namun, ia tidak menjelaskan secara rinci hukuman apa yang dimaksud.
Seperti diketahui, SBY memerintahkan Kapolri Jendral Timur Pradopo untuk membawa pulang mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Hal tersebut disampaikan Jurubicara Presiden Julian Aldrin Pasha, saat menggelar jumpa pers di Kantor Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.
"Satu hal yang juga penting yang disampaikan adalah bahwa kemarin Presiden telah memerintahkan secara langsung kepada Kapolri untuk mencari, menangkap, dan membawa pulang saudara Nazaruddin di Singapura agar bisa memenuhi proses hukum yang bersangkutan di KPK," Kata Julian, Jumat (1/7).