Kamis 30 Jun 2011 19:48 WIB

Jumhur:Tak ada Eksekusi Atas Nama Sumartini

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat menegaskan tidak ada penetapan bahwa pada Ahad (3/7) ada eksekusi mati atas seorang TKI bernama Sumartini binti Manaungi Galisung di Riyadh, Arab Saudi.

Jumhur di Jakarta, Kamis, menilai kabar yang menyebutkan bahwa TKI asal Desa Pungkat RT 01 RW 02 Kecamatan Moyo Utara, Sumbawa, akan dieksekusi mati atas tuduhan membunuh anak majikan melalui sihir, tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Jumhur mendapat konfirmasi dari Kedutaan Besar RI (KBRI) di Riyadh bahwa Sumartini yang kini mendekam di penjara Malaaz, Riyadh sempat menelepon KBRI pada Rabu (29/6) lalu dan mengabarkan dalam kondisi baik.

"Saat itu pula Sumartini menyebut tanggal 3 Juli, namun hal itu terkait rencana dirinya menjalani ujian hafal Alquran yang jatuh hari Minggu pada tanggal tersebut," kata Kepala BNP2TKI.

Jumhur menyatakan tidak tahu dari mana ketidakjelasan informasi pelaksanaan hukuman mati Sumartini yang beredar itu.

Menurut Jumhur, pihak KBRI dalam penjelasan tertulis kepadanya pada Kamis ini juga menyatakan pada Rabu (29/6) sekitar pukul 19.00 waktu setempat, telah mendapatkan informasi dari seorang pejabat penjara Al Malaaz, Mayor Mubarrak Al Dossary, yang menyampaikan kabar hingga pukul 15.00 (berakhirnya jam kerja di Arab Saudi) belum ada perintah eksekusi apapun dalam kasus Sumartini.

Sumartini binti Manaungi Galisung bersama Warnah binti Warta Niing asal Dusun Krajan RT 11 RW 03 Desa Bolang, Kecamatan Tirtajaya, Karawang, Jawa Barat, menghadapi kasus perbuatan sihir kepada anak majikannya berusia tiga tahun.

Pada 28 Maret 2010 pengadilan di Riyadh menetapkan keduanya terbukti melakukan sihir dengan ganjaran hukuman mati (qishash) sedangkan salinan putusan pengadilan yang menjatuhkan qishash diterima KBRI pada 16 April 2010.

Untuk pendampingan hukum Sumartini dan Warnah, ditunjuk pengacara berkebangsaan Arab Saudi, Nasheer Dandani, oleh KBRI.

Selanjutnya, pada 1 Mei 2010, pengacara KBRI melakukan memori banding kepada pengadilan tingkat satu atau Mahkamah Am di Riyadh guna menolak segala tuduhan yang dihadapi Sumartini dan Warnah.

Pada 31 Agustus 2010, KBRI mengirimkan nota diplomatik yang ditujukan kepada Raja Abdullah perihal permohonan pengampunan (amnesti) bagi Sumartini dan Warnah.

Surat kedua yang ditandatangani Duta Besar RI Gatot Abdullah Mansyur untuk Raja Abdullah pun kembali disampaikan pada 9 Mei 2011 lalu dengan upaya yang sama.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement