Jumat 24 Jun 2011 16:28 WIB

Beberapa Poin UU MK yang Perlu di-Judicial Review

Rep: Esthi Maharani/ Red: Djibril Muhammad
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta.
Foto: kpu.jabarprov.go.id
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat hukum dan juga dosen hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari berencana akan mengajukan judicial review (JR) untuk pengesahan UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Tak hanya dirinya, tetapi juga figur-figur, LSM, atau pihak-pihak yang pernah mengajukan JR ke MK yang pernah merasakan putusan dari ultra petita.

Pelarangan MK untuk melakukan ultra petita memang menjadi salah satu poin yang mendapatkan protes dari berbagai pihak. Selama ini, keadilan substantif mengenai UU bisa terjadi karena adanya ultra petita.

Misalnya, jika hal yang dilarang justru adalah pasal jantung, maka akan menimbulkan kekacauan. "MK tidak bisa menegakkan semangat keadilan substantif. Itu persoalan besar," katanya menegaskan. 

Tidak tanggung-tanggung, pihaknya juga akan menguji beberapa pasal sekaligus.Tak hanya mengenai ultra petita, tetapi juga mengenai usia hakim. UU MK menetapkan usia hakim MK hingga 70 tahun. Menurutnya, usia hakim cukup hingga 65 hingga 67 tahun. Karena orang Indonesia kemampuan produktifnya berada pada kisaran tersebut.

Begitu pula dengan jabatan hakim yang dinilainya seharusnya 7-9 tahun dan bukan 5 tahun seperti yang dicantumkan dalam UU MK. Unsur pengawasan terhadap MK pun patut dipertanyakan, terutama keterlibatan DPR di dalamnya. Menurutnya, hal ini bisa menimbulkan permasalahan. DPR itu produknya akan diuji MK, sekarang mereka bisa mengawasi MK. "Ini akan jual beli kepentingan," katanya.

Selain itu, pasal pelarangan positif legislasi juga akan diuji. Menurut Ferry, seharusnya hal itu dibiarkan saja tetap menjadi kewenangan MK. Karena kalau menunggu DPR memperbaiki pasal-pasal yang bermasalah, maka akan memakan waktu yang panjang. "Hutang program legislasi nasional saja masih banyak, kalau ini tidak boleh akan berpotensi terjadinya kekosongan hukum. Fatal dampaknya," katanya menerangkan.

Ia mengatakan masih membuat rancanangan dan formatnya sebaik mungkin. Feri pun mengaku optimis pasal-pasal yang bermasalah tersebut bisa dibatalkan oleh MK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement