Senin 20 Jun 2011 21:10 WIB

60 Persen TKW Indonesia tidak Tamat SD

REPUBLIKA.CO.ID,PADANG--Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sri Danti mengatakan sekitar 60 persen tenaga kerja wanita Indonesia tidak lulus sekolah dasar, sehingga nilai tawarnya rendah. "Dominan TKW yang bekerja di sektor pembantu rumah tangga (PRT) tak tamat SD, sehingga melemahkan dalam posisi nilai tawar di negara penempatan mereka," katanya di Padang, Senin.

Sekretaris Menteri KPPPA berada di Sumbar sebagai pembicara dalam Rapat Koordinasi Daerah Pengembangan Perberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan KB Sumatera Barat. Menurut dia, Filipina yang mengirimkan tenaga kerja wanitanya yang sebagian besar tamatan SMA, memiliki nilai tawar dan rasa percaya dirinya lebih tinggi, begitu pula negaranya.

Oleh karena itu, kata dia, ke depan terus didorong agar tenaga kerja wanita Indonesia yang dikirimkan harus lebih berkualitas, dan punya keterampilan, sehingga punya nilai tawar tinggi dan lebih percaya diri, begitu pula negaranya. Selama ini, menurut dia, tenaga kerja perempuan yang dikirimkan Indonesia pendidikannya kurang memadai, bahkan banyak tidak berpendidikan serta tidak punya keahlian, sehingga bagaimana bisa punya nilai tawar di negara lain.

"Sebenarnya bukan karena ada perbedaan perlakuan, tetapi secara defacto yang ditemui di lapangan seperti itu. Jika yang dikirim berpendidikan, punya keahlian dan ijazah serta sertifikan, tentu saat kontrak tenaga kerja punya nilai tawar, dan negara lebih percaya diri," katanya.

Jadi, upaya untuk peningkatan kapasitas dan kemampuan calon tenaga kerja perempuan dengan adanya nota kesepahaman dengan sejumlah negara penempatan. Selain itu, memaksimalkan peran Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), pembenahan terhadap sistem rekrutmen dan mencabut izin PJTKI yang bermasalah sebagai bentuk sanksi.

Kemudian pengawasan dalam negeri, menurut Sri, tak kalah pentingnya untuk tidak ditemukannya kartu tanda penduduk (KTP) palsu --tidak sesuai nama aslinya dengan di KTP--, makanya diperlukan percepatan untuk mendapatkan akte kelahiran bagi anak-anak. Oleh karenanya KPPPA sudah membuat kerja sama dengan delapan Kemeterian termasuk dengan Kementerian Luar Negeri, dalam percepatan dan mempermudah mendapatkan akses akte kelahiran.

Sri mengatakan, melalui program kerja sama yang dikembangkan KPPPA itu sehingga anak TKW yang lahir pada negara penempatannya bisa mendapatkan akte di Kemenlu. Selain itu, melalui sekolah anak-anak bisa mendapatkan akte kelahiran, serta anak-anak panti melalui Kemsos, Kemenkumham juga bisa mendapatkan akses akte.

Bahkan, tambahnya, KPPPA telah membuat kesepahaman dengan Kemenag untuk membuat forum dalam upaya memperluas cakupan dari percepatan mendapatan akte bagi anak-anak. "Jadi, bagi yang bermasalah dengan akte bisa mengaksesnya pada instansi di bawah delapan Kementerian itu," katanya.

Menurut dia, tanpa akte anak-anak sulit sekolah, makanya melalui program yang telah disepakati dengan delapan Kemeterian itu, bisa mempermudah dan akte kelahiran juga tidak bisa dipalsu karena melalui rumah sakit dan kelurahan. Kemudian yang harus menjadi perhatian anak-anak harus bisa menamatkan pendidikan sembilan tahun, karena pemerintah sudah mengalokasi anggaran cukup besar untuk pendidikan.

Oleh karena itu, kata Sri, dibutuhkan komitmen instansi yang membidangi pendidikan di daerah, dana yang tersedia bisa maksimalkan pemanfaatannya dan jangan sampai bocor.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement