Selasa 14 Jun 2011 23:51 WIB

Direktur ILO Puji Situasi Perburuhan di Indonesia

Kepala negara memberikan pidato pada Sidang Perburuhan Internasional ke-100 di Jenewa, Swiss
Foto: AP
Kepala negara memberikan pidato pada Sidang Perburuhan Internasional ke-100 di Jenewa, Swiss

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA - Direktur (International Labour Organization) ILO untuk Indonesia , Peter van Rooij, memuji situasi perburuhan di Indonesia. Alasan inilah yang membuat ILO memilih Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memberikan pidato pada Konferensi Perburuhan International ke-100 di Jenewa, Swiss.

Seperti dilaporkan wartawan Republika Nasihin Masha dari Jenewa, pada hari ini, Selasa (14/6), selain SBY, kepala pemerintahan yang menjadi pembicara berasal dari Jerman, Rusia, Jerman, Finlandia, Swiss, dan Tanzania

Van Rooij mengatakan, selain itu, alas an lainnya adalah kerja sama yang baik antara ILO dan Indonesia . Ketiga, kantor ILO di Jakarta merupakan yang terbesar di dunia. Selain itu, katanya, Indonesia telah meratifikasi delapan konvensi dasar ILO. Ini berarti Indonesia menjadi Negara pertama di Asia yang meratifikasi seluruh konvensi dasar tersebut.

 

Delapan konvensi itu adalah konvensi nomor 29 tentang Kerja Paksa (pada tahun 1950), nomor 98 tentang Hak untuk Berserikat dan Berunding Bersama (1957), nomor 100 tentang Kesetaraan Pendapatan (1958), nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan terhadap Hak untuk Berunding Bersama (1998), nomor 105 tentang Penghapusan Kerja Paksa (1999), nomor 111 tentang Diskriminasi dalam Kerja dan Jabatan (1999), nomor 138 tentang Batasan Usia Minimum untuk Bekerja (1999), dan nomor 182 tentang Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (2000).

 

Pada tahun 2011 ini, Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang mengadaptasi Pakta Lapangan Kerja Global ILO dalam konteks Indonesia, yang diadopsi dari Konferensi Perburuhan Internasional ke-98 di Jenewa pada 2009.

 

Sementara itu dalam pidatonya, Presiden SBY mengatakan ketika terjadi krisis keuangan global pada 2008, langkah pertama yang dilakukan Indonesia adalah menyelaraskan kebijakan dan tindakan antara pemerintah dan perusahaan serta pihak-pihak lain. Menurutnya, ada tujuh prioritas yang dilakukan bersama. Tiga di antaranya terkait langsung dengan keamanan kerja. Pertama, mencegah pemutusan hubungan kerja. Hal ini terlihat dari data bahwa pada 2008-2009 dari sekitar 116 buruh hanya 0,05 persen yang kehilangan pekerjaannya. Hal itu menjadikan Indonesia termasuk yang paling kecil terdampak krisis keuangan global tersebut. Kedua, menjamin kesehatan sektor riil yang banyak menampung buruh. Ketiga, menggiatkan tujuan utama dari capaian ekonomi.

 

Pada kesempatan itu, SBY juga mengungkap ihwal situasi ketenagakerjaan global yang membutuhkan kerja sama internasional. Ia mengusulkan tujuh langkah. Pertama,  mempromosikan pro growth, pro job, dan pro poor. Kedua, kebijakan dan strategi penciptaan lapangan kerja harus dipandu oleh visi pembangunan berkelanjutan. Hal itu harus pro environment. Ketiga, kehormatan pekerja harus dilindungi dan dipromosikan.

Keempat, kebijakan pembangunan harus menyediakan peluang bagi pekerja untuk terlibat. Kelima, kerja sama global harus menjamin bahwa keuntungan global dibagi secara seimbang. Keenam, banyak Negara yang telah meratifikasi konvensi ILO tapi yang penting saat ini adalah melaksanakan konvensi tersebut. “ Indonesia adalah Negara pertama di Asia yang meratifikasi seluruh konvensi dasar ILO. “Mari menyatukan tangan untuk membangun era baru keadilan social,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement