REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Peleburan empat asuransi BUMN menjadi dua badan penjamin jaminan sosial (BPJS) dianggap sejumlah pelaku asuransi sulit dilakukan. Meskipun demikian, pembentukan BPJS ini dinilai penting agar dapat memberikan jaminan sosial dasar kepada masyarakat.
Pengamat asuransi, Mucharor Djalil menyatakan, peleburan 4 perusahaan asuransi BUMN yaitu PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (jamsostek), PT Asuransi Kesehatan (Askes), PT Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen), dan PT Asuransi Soasial ABRI (Asabri) tidak akan mudah. Tak lain karena masing-masing perusahaan dibentuk berdasarkan undang-undang. “Jamsostek punya undang-undang sendiri, begitu juga dengan tiga perusahaan asuransi lainnya,” katanya, Selasa (14/6).
Oleh karena itu, peleburan keempat perusahaan itu akan membutuhkan waktu lama. “Tidak bisa dibereskan dalam waktu singkat. Peleburan yang dilakukan tidak hanya soal institusinya namun juga undang-undangnya,” katanya. Mengenai efektif tidaknya peleburan ini, Djalil memandang harus ada pengujian terlebih dahulu. “Harus dilihat dengan cermat positif negatifnya. Apakah merger ini akan berhasil atau tidak,” katanya.
Mengingat semakin sempitnya waktu yang dimiliki pemerintah dan DPR untuk membahas RUU BPJS ini, Djalil memandang kedua pihak harus bisa menghindari silang pendapat dan menentukan sikap. “Tinggal 20 hari. Bila gagal mencapai kesepakatan maka RUU ini terpaksa harus dibahas 4 tahun lagi,” katanya.
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Hendrisman Rahim berharap RUU ini dapat mendukung industri asuransi di Indonesia dan tidak saling mematikan. “RUU ini hendaknya bisa menetapkan kebutuhan minimum untuk jaminan sosial,” ujarnya. Dia berharap agar batas kebutuhan jaminan sosial tersebut tidak terlalu tinggi sehingga mematikan industri asuransi. “Karena industri asuransi, bisnisnya untuk memenuhi kebutuhan jaminan sosial yang tidak ditanggung oleh BPJS. Level top up,” katanya.