REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Empat instansi pemerintahan, Kamis (9/6), menyepakati pengelolaan Cabang Rumah Tahanan (Rutan) di luar Kementerian Hukum dan HAM. Kesepakatan ini tertuang dalam penandatanganan nota kesepakatan (MoU) antara Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, Menteri Keuangan Martowadojo, Kapolri Jenderal Timur Pradopo dan Jaksa Agung Basrief Arief di Kantor Kemenkumham, Jakarta.
Menurut Menteri Hukum dan HAM RI, Patrialis Akbar, maksud dari penandatanganan nota kesepakatan ini adalah untuk memudahkan kerjasama di antara empat instansi dalam mengelola cabang rutan negara di luar Kemenkumham. Sedangkan tujuannya adalah untuk menertibkan kembali tata cara pengelolaan Cabang Rutan di luar Kemenkumham, sesuai ketentuan KUHAP dan PP 27 Tahun 1983 dan Pasal 22 Penjelasan UU No 8 Tahun 1981.
Dari nota kesepahaman ini ada sembilan cabang rutan di luar Kemenkumham, yakni Cabang Rutan Bea Cukai untuk tahanan pelaku tindak pidana Kepabeanan dan Cukai yang menjadi ruang lingkup Kemenkeu; rutan Mabes Polri, Polda Sumatera Utara, Polda Sumatera Selatan, Polda Sulawesi Selatan, Polda Jawa Timur yang menjadi ruang lingkup Polri; cabang rutan Kejaksaan Agung dan Cabang Rutan Kejari Jakarta Selatan untuk tahanan pidana tertentu yang ditangani langsung oleh Kejaksaan Agung.
"Butir-butir nota kesepahaman ini adalah tahanan ditempatkan di cabang rutan di Kemenkeu dan Kejaksaan Agung, apabila telah selesai menjalani proses penyidikan atau penuntutan wajib segera dikirim ke rutan Induk," kata Patrialis.
Butir nota kesepahaman mengatur jangka waktu penempatan tahanan, bahwa penempatan petahanan di Cabang Rutan Polri sampai tingkat penyidikan dan untuk penahanan berikutnya sesuai kewenangan dari Kejaksaan dan Pengadilan, penempatan tahanan di cabang rutan di Kemenkeu; Ditjen Bea Cukai dibatasi sampai dengan penyelesaian proses penyidikan dan perkaranya dilimpahkan ke Kejaksaan, penempatan tahanan di Cabang Rutan kejaksaan dibatasi sampai perkaranya dilimpahkan ke Pengadilan.