REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG - Keterlambatan perbaikan sarana infrastruktur irigasi yang rusak akan menarik kondisi produksi padi nasional dalam kondisi bahaya, kata Ketua Harian HKTI Jawa Barat Entang Suriaatmadja di Bandung, Rabu (8/6).
"Jangan hanya menggenjot target produksi padi, perbaikan sarana irigasi secara nasional sangat mendesak. Keterlambatan perbaikan sarana irigasi rusak akan menggiring kondisi produksi padi ke dalam posisi berbahaya," kata Entang.
Menurut Entang, sekitar 400 ribu saluran irigasi di seluruh Indonesia, sekitar 40 persennya mengalami kerusakan yang serius dan berakibat penurunan kemampuan pengairan di sentra pertanian.
Ia mencontohkan di Jawa Barat, dari sekitar 60 ribu irigasi, sekitar 40 persennya rusak dan perlu perbaikan. Anggaran perbaikan sarana irigasi sekitar Rp200 miliar yang dianggarkan pemerintah daerah jauh dari mencukupi.
"Kondisi kerusakan irigasi akan terus bertambah, terlebih bila ditelatarkan. Jelas kondisi ini akan berbahaya bagi ketersediaan stok beras nasional," katanya.
Ia mengatakan kondisi stok beras nasional saat ini minim. Selain karena adanya perubahan iklim, juga akibat kemampuan irigasi yang menurun sehingga berimbas terhadap kemampuan pengairan.
Entang menyebutkan, kerusakan irigasi yang sangat berpengaruh terhadap kemampuan produksi padi yakni di kawasan Karawang, Purwakarta dan Bekasi dimana banyak irigasi rusak akibat imbas industri.
"Kerusakan infrastruktur irigasi di Jabar contohnya, dari 900 ribuan hektare areal panen, yang efektif saat ini paling 750 ribu hektare," katanya. Selain itu penguasaan distribusi beras nasional oleh pihak swasta menjadikan mekanisme pasar beras cepat berubah, terutama dalam pembentukan harga.
"Bisa dipahami bisa harga beras bisa cepat naik, karena distribusi beras dikuasai swasta. Bulog hanya menguasai di bawah 10 persen saja, itupun hanya untuk stok saja. Perlu ada kebijakan nonberas dari pemerintah, itu mendesak," kata Entang.
Ia menyebutkan, kebijakan pemerintah terkait nonberas itu antara lain dalam meningkatkan anggaran perbaikan irigasi, meningkatkan penguasaan beras Bulog hingga di atas 15 persen.
Selain itu, Entang juga mengkritisi kebijakan mobil murah bagi petani sebanyak 300 ribu unit. Menurut Entang lebih efektif bila dibelikan traktor tangan untuk mengolah tanah.
"Petani tak terlalu butuh alat angkut, yang mereka butuhkan teknologi pertanian," kata Entang Suriaatmadja menambahkan.