REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tertangkapnya hakim Syarifuddin menjadi perhatian khusus Komisi Yudisial (KY). Pasalnya, hakim pengawas kepailitan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat itu dikenal ‘konsisten’ memutus bebas terdakwa korupsi. “Semua dokumen kasus yang ditangani hakim Syarifuddin mulai dibuka kembali oleh KY,” kata juru bicara KY, Asep Rahmat, Selasa (7/6).
Asep menyatakan, institusinya mulai bekerja sejak satu pekan lalu. Untuk menentukan eksaminasi 39 kasus korupsi yang semua terdakwanya divonis bebas, KY membutuhkan waktu 96 hari kerja. Karena itu, pihaknya tak akan terburu-buruk untuk segera mengungkap dugaan permainan yang dilakukan Syarifuddin saat menangani kasus korupsi. “Sesuai mekanisme dan prosedur, KY butuh 96 hari kerja.”
Menurut Asep, jika dalam masa kerja itu ditemukan indikasi pelanggaran berat. Maka, pihaknya akan melaporkan bukti terbaru adanya permainan Syarifuddin dalam memutuskan kasus korupsi kepada Mahkamah Agung (MA). Namun jika dalam proses tindak lanjut itu KY menilai Syarifuddin bekerja tanpa catat, kasusnya berhenti sampai di situ.
Yang pasti, kata Asep, KY akan meminta keterangan berbagai pihak yang terlibat dalam perkara 39 kasus korupsi tersebut. Termasuk juga dalam kasus yang menimpa gubernur Bengkulu non-aktif, Agusrin M Najamudin. Pihaknya akan berkonsentrasi menelaah secara hati-hati bukti-bukti dan dokumen semua kasus korupsi.
Data itu akan dipadukan dengan hasil keterangan dari pihak yang berperkara. “Eksaminasi, termasuk kasus Agusrin bisa dilakukan jika ditemukan adanya pelanggaran yang dilakukan hakim Syarifuddin,” tegas Asep.
Agusrin menjadi terdakwa dalam kasus pembukaan rekening senilai Rp 21,3 miliar. Pembukaan rekening di Bank BRI Cabang Bengkulu tersebut dilakukan untuk memindahkan Dana Pajak Bumi Bangunan atau Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (DPBB/BPHTB) dari Bank Bengkulu ke BRI Bengkulu. Akibatnya, dana itu berada di luar penempatan kas daerah Bengkulu.
Dalam persidangan di PN Jakarta Pusat, hakim menilai tuduhan jaksa terhadap terdakwa yang menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi dan perusahaan tak dapat dibuktikan. Akhirnya, hakim Syarifuddin pada 24 Mei lalu, memvonis bebas Agusrin.