Kamis 02 Jun 2011 20:51 WIB

RS Indonesia di Gaza Butuh Rp 30 Miliar

Warga Gaza membangun kembali rumah mereka yang hancur akibat serangan Israel.
Foto: Al-Markaz Al-Filistini Lil I'lam
Warga Gaza membangun kembali rumah mereka yang hancur akibat serangan Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR - Organisasi relawan kesehatan "Medical Emergency Rescue Committee" (MER-C) Indonesia meminta dukungan donasi dari masyarakat luas untuk menuntaskan pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza, Palestina, yang masih membutuhkan dana Rp 30 miliar.

"Kami coba mengetuk hati siapapun masyarakat Indonesia, dan juga mungkin pemerintah untuk bisa membantu mewujudkan pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza, yang akan menjadi simbol persahabatan kedua bangsa, Indonesia dan Palestina," kata Ketua Presidium MER-C Indonesia, dr Sarbini Abdul Murad, Kamis malam.

 

Ia menjelaskan bahwa donasi dari berbagai masyarakat sebelumnya ternyata dalam perkembangannya memang belum cukup, khususnya setelah pemerintah Indonesia, yang sebelumnya berkomitmen akan membantu, kemudian mengalihkannya.

 

"Karena itu, kami mulai lagi menggalang kampanye bagi donasi untuk bisa menuntaskan komitmen membangun Rumah Sakit Indonesia di Gaza itu," katanya.

 

Menurut dia, dalam sepekan terakhir, pihaknya melakukan road show ke berbagai masjid-masjid di DKI-Jakarta. "Syukur alhamdulillah, dari berbagai aksi kampanye sudah terkumpul lebih kurang Rp1 miliar," katanya dan mengharapkan masyarakat bisa berpartisipasi.

 

Sementara itu, anggota Presidium MER-C Indonesia dr Joserizal Jurnalis SpOT menambahkan bahwa pihaknya sebenarnya telah mengirimkan surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza, Palestina.

 

"Adapun perihal surat adalah mengenai program pembangunan RS Indonesia di Gaza. Kami memandang perlu untuk menyebarluaskan informasi ini kepada para donatur dan relasi yang sudah menyumbangkan dana dan kepedulian mereka untuk program RS Indonesia di Gaza," katanya.

 

Ia menjelaskan, surat kepada presiden itu dikirimkan pada 15 Maret 2011 itu, terkait dengan surat yang dikirimkan Kepala Pusat Kerja Sama Kementerian Kesehatan RI yang diterima pihaknya pada 14 Maret, Nomor PR.03.02/2/262//2011, sebagai jawaban atas surat MER-C kepada presiden dengan tembusan kepada Menkes mengenai penandatanganan nota kesepahaman (MoU) pemerintah Indonesia dengan Bank Pembangunan Islam (IDB).

 

Dalam surat itu disebutkan bahwa pada prinispnya MER-C mendukung pemerintah Indonesia yang ingin membantu masyarakat Palestina. "Karena kami yakin semakin banyak bantuan untuk rakyat Palestina akan semakin baik untuk mereka."

 

Namun, ia menyesalkan sikap pemerintah yang 'tidak transparan' dan 'tidak menepati komitmen' yang sudah disepakati sebelumnya. "Wacana 'cardiac center' (pusat penanganan penyakit jantung-red) di Gaza dalam perbincangan interdep yang digelar sepanjang tahun 2009-2010," sebut surat itu.

 

Disebutkan pula bahwa wacana mengenai IDB dilontarkan pertama kali oleh Ketua BKSAP DPR-RI Hidayat Nurwahid pada pertemuan 9 Agustus 2010 di Senayan. Kemudian, muncul lagi pada rapat interdep 26 Agustus 2010, namun dalam pembicaraan tersebut IDB dibahas dalam konteks sebagai lembaga yang akan menfasilitasi pengiriman dana pembanguan RS Indonesia yang berasal dari pemerintah Indonesia, dan bukan sebagai pelaksana program.

 

"Untuk itu, kami menduga keras pembangunan 'cardiac center' yang akan bertempat di komplek RS Shifa (Gaza City) adalah proyek IDB (berupa bangunan belum siap) yang sudah ada sejak sebelum agresi Israel akhir tahun 2008 dan pembangunannya terlantar hingga kini," katanya.

 

Untuk itu, kata Joserizal, MER-C akan tetap melanjutkan pembangunan RS Indonesia di Bayt Lahiya, Gaza Utara meskipun pemerintah Indonesia "sudah mengalihkan" bantuan dari program itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement