Rabu 01 Jun 2011 13:51 WIB

Jimly Asshiddiqie: Jangan Serahkan Pancasila pada Pasar

Pancasila
Pancasila

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Guru Besar Hukum Tata Negara UI Prof Dr Jimly Asshiddiqie SH mengatakan pembudayaan Pancasila tidak perlu diserahkan kepada pasar. "Orang sekarang memang suka survei, tapi Pancasila jangan begitu. Teori ekonomi pasar juga sudah berubah, bukan lagi bagaimana kemauan pasar, tapi bagaimana mendikte pasar," katanya di Surabaya, Rabu (1/5).

Mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu mengemukakan hal tersebut dalam Kongres III Pancasila di Auditorium Garunda Mukti Kantor Manajemen Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Menurut Penasihat Komnas HAM, langkah menyerahkan Pancasila kepada pasar lewat survei itu tidak bijaksana, karena Pancasila tidak boleh tergantung pasar, tapi Pancasila harus "memimpin" pasar.

"Karena itu, saya mendukung peserta Kongres Pancasila untuk mengusulkan lembaga baru terkait Pancasila, karena lembaga soal itu memang sudah mendesak," katanya.

Di hadapan 470-an peserta dari PTN/PTS se-Indonesia, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengusulkan nama Dewan Nasional Pembudayaan Pancasila dan UUD 1945 (DNPPU).

"Saya sebenarnya ingin ada merger komisi, lembaga, komite, atau badan yang kita miliki, tapi untuk lembaga baru terkait Pancasila, saya setuju, karena lembaga soal itu memang sudah mendesak," katanya.

Untuk merespons usulan itu, ia meminta Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Dewan Nasional, karena dewan itu memang harus di bawah kewenangan Presiden secara langsung.

"MPR memang sudah lama melakukan sosialisasi empat pilar yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI, tapi saya kira hal itu menjadi kewenangan eksekutif, sedangkan kalangan legislatif hanya menyetujui, mendorong, dan membantu," katanya.

Untuk susunan, kedudukan, dan tugas dari Dewan Nasional Pembudayaan Pancasila dan UUD 1945 itu, katanya, Presiden dapat mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres).

Tentang siapa orang yang perlu ditunjuk Presiden untuk menjalankan Dewan Nasional itu, ia mengatakan orang yang ditunjuk hendaknya mewakili dua kelompok yakni dewan pengarah dan pelaksana.

"Dewan pengarah harus dari kalangan senior dan negarawan yang tidak punya kepentingan politik sama sekali, sedangkan dewan pelaksana bisa berasal dari mereka yang mempunyai jaringan kuat di masyarakat, birokrasi, politisi, ekonom, budaya, dan seterusnya," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement