REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sejumlah kalangan menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kecolongan atas perginya mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin ke Singapura, namun dugaan bocornya rencana pencegahan tersebut menjadi alasan yang lebih kuat.
"Mungkin ada yang bocorin, saya tidak tahu juga. Bocor bisa dari mana-mana, bisa internal (KPK) atau dalam 'perjalanan' (proses permintaan cegah ke Kementerian Hukum dan HAM)," kata mantan pimpinan KPK, Erry Riana Hardjapamekas, usai mengikuti rapat perdana Panitia Seleksi (Pansel) pimpinan KPK di Jakarta, Jumat.
Menurut Erry, KPK memang bisa saja khilaf. Namun ia menyayangkan tidak sigapnya lembaga antikorupsi dalam menghadapi kasus dugaan suap di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), terutama terhadap saksi-saksi termasuk Nazaruddin.
"Kapan KPK tahu Nazaruddin kasih uang ke Sekjen MK, KPK kan tidak mungkin tahu semuanya, tahunya belum terlalu lama setelah Mahfud MD melapor. Tapi kau dilihatnya beberapa hari setelah Mahfud lapor KPK itu belum terlalu lama," ujar Erry.
Ia mengatakan ada juga memang ketentuan dalam undang-undang bahwa orang harus tersangka dulu untuk bisa dicekal, tapi untuk bisa jadi tersangka juga harus ada alat bukti permulaan dulu. "Jadi ya susah juga". Atas kasus Nazaruddin ini, ia mengharapkan agar KPK lebih sigap.
Sementara itu, pengamat hukum dari Universitas Andalas, Saldi Isra mengatakan bahwa KPK kecolongan atas pergi Nazarrudin ke Singapura.
"Harusnya sejak awal bisa diperkirakan bahwa kemungkinan Nazaruddin pergi bisa terjadi. Ini (kasus perginya seseorang keluar negari tetapi masih berkaitan dengan proses hukum) bukan kali pertama terjadi," ujar Saldi.
Karena itu, ia mengatakan perlu ada penjelasan dari KPK terkait kecolongannya melayangkan permohonan cegah kepada Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham)
"Saya rasa kita harus minta (penjelasan) dari KPK ada tidak itu (rencana pencegahan M Nazaruddin) bocor dari dalam (KPK). Harus diteliti juga di mana bocornya, di dalam atau di luar," tegas Saldi. Masak jarak dikit antara surat perintah dan perginya Naz.
Tidak hanya itu, Saldi juga mengkritik langkah KPK yang tidak bergerak cepat menelepon imigrasi untuk meminta pencegahan. "Pola surat-suratan ini kan lama sekali, kan seharusnya KPK mengikuti kemajuan teknologi. Menurut saya ini pelajaran terakhir lah buat kita bagaimana mengantisipasi agar orang tidak tinggalkan Indonesia," tambah Saldi.