REPUBLIKA.CO.ID,CILEGON – Meski telah dibebaskan, penangkapan terhadap lima pemuda terduga aktivitas Negara Islam Indonesia (NII) terus menuai protes. Polisi dinilai berlebihan dengan menangkap kelima pemuda tersebut meskipun dengan alasan mengamankan mereka dari rencana amuk massa.
Ketua Umum Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Banten, Hasan Alydrus, meminta polisi tidak asal menangkap orang tanpa asalan yang jelas. Hasan juga meminta kepolisian tidak melakukan pendekatan represif terhadap terduga NII. Karena mereka bisa disadarkan dengan melakukan pendekatan persuasif.
Menurut Hasan, penangkapan kelima pemuda terduga NII dengan dalih mengamankan mereka dari rencana anarkis warga telah menimbulkan sikap saling curiga di tengah masyarakat. Hasan khawatir, masyarakat jadi fobia dengan adanya pengajian di lingkungan mereka.
Hasan meminta kepolisian mengungkapkan apa motif dibalik penangkapan kelima pemuda tersebut. “Kalau tidak terbukti NII mengapa mereka ditangkap ?” tanya Hasan, Kamis (19/5).
Kalau hanya terduga NII, kata Hasan, kelima pemuda tersebut tidak bisa ditangkap. “Karena ikut NII bukan pelanggaran terhadap undang-undang,” kata Hasan.
Menurut Hasan, apabila ingin memastikan aktivitas kelima pemuda tersebut, polisi tidak perlu sampai menangkap mereka dan mengamankan barang bukti. “Polisi cukup ikut pengajian mereka saja. Biar tahu apa aktivitas mereka,” kata Hasan.
Selain itu, kata Hasan, polisi seharusnya bisa meredam rencana anarkis warga dangan memberi penjelasan kepada mereka. “Polisi dan masyarakat harus persuasif dengan terduga NII. Tidak main tangkap begitu,” kata Hasan.
Kapolres Cilegon, AKBP Umar S Fana, berkali-kali membantah telah melakukan penangkapan dan menahan lima pemuda terduga NII, penghuni kontrakan di Komplek Perumahan Damai, Desa Kali Timbang, Kecamatan Cibeber, Kota Cilegon, Banten. “Kita hanya mengamankan mereka karena dikhawatirkan akan menjadi sasaran main hakim warga,” kata Umar.
Polisi mengamankan kelima pemuda pada Selasa (5/19), karena telah mengendus adanya rencana warga yang akan melakukan penyerangan ke rumah kontrakan tersebut. “Ini hanya langkah antisipasi saja,” kata Umar lagi.
Kelima pemuda tersebut bernama Nasruddin (22 tahun), Sanari (25), Septian (17), Ikhsan (20), dan Mubarok (21). Mereka sempat menjalani pemeriksaan intensif di Mapolres Silegon.
Selain mengamankan mereka, polisi juga menyita sejumlah barang bukti, antara lain sejumlah buku tentang jihad, satu unit komputer, spanduk, dan struktur organisasi Komunitas Remaja Kreatif (Korek). “Setelah kita lakukan pendalaman terhadap kelimanya, belum ditemukan indikasi keterkaitan dengan NII atau tindak pidana lainnya,” kata Umar.
Karena itu, kelima pemuda sudah dibebaskan Selasa (17/5) malam. “Sudah dikembalikan ke keluarganya masing-masing,” kata Umar