REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG - Ketua Komunitas Intelijen Daerah (Kominda), yang juga Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf, mengatakan, Pemprov Jabar kesulitan meproses hukum Negara Islam Indonesia karena data masalah itu terputus-putus. "Belum ada bukti yang kuat untuk membawa permasalahan Negara Islam Indonesia di Jabar ke ranah hukum. Selain itu informasi mengenai NII terputus-putus dari tahun ke tahunnya," kata Dede Yusuf, usai melakukan pertemuan tertutup dengan perwakilan Kodam III/Siliwangi, Polda Jabar, dan Kejati Jabar, di Gedung Sate Bandung, Rabu (11/5).
Ia mengatakan, keberadaan NII di Jabar tidak hanya terpusat di satu tempat. "Masalahnya, Jawa Barat punya historis tersendiri soal NII. Apalagi gerakan NII sudah mulai sejak tahun 1995. Memang timbul tenggelam tapi bukan berarti tidak ada," kata Dede Yusuf.
Menurut dia, munculnya kembali isu NII karena isu itu seolah terlupakan dan tidak terpehatikan dan ketika isu NII diarahkan kepada Pesantren Al Zaytuh di Indramayu milik Panji Gumilang, Wagub Jabar buru-buru menetralkannya. "Kita tidak bisa serta merta mengatakan itu sebagai pusat atau apa atau apa.
Yang penting sekarang, memetakan gerakan-gerakan NII itu yang ada di masyarakat. Yang tidak terlihat seperti di lingkungan kampus dan kelompok-kelompok masyarakat. Ini yang dikhawatirkan dan menjadi perhatian bersama," ujarnya.
Dede menyatakan, yang perlu dilakukan sekarang ialah, semua instansi terkait saling berkoordinasi, khususnya dalam pendataan dan tindakan. Ia menambahkan, di bidang keamanan dan ketertiban melalui PP 19 pemerintah daerah bisa bertindak namun jika sudah berbicara masalah pertahanan keamanan itu bukan tugas pemerintah daerah lagi melainkan penegak hukum.
Menurut dia, perlu ditanamkan lagi pemahaman wawasan kebangsaan di tingkat pemuda, pola kerjasama antara tim penegakan hukum, intelijen dan pemerintah daerah.