REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi XI DPR tidak puas terhadap jawaban pemerintah dan PT Merpati Nusantara Airlines mengenai siapa iniasitor pembelian pesawat Merpati MA 60 buatan China. Menurut Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis pemerintah harus menjelaskan siapa pihak pengambil keputusan dalam pembelian pesawat MA 60.
Pasalnya, transparansi pembelian pesawat tersebut kini dipertanyakan oleh publik paska kecelekaan yang terjadi di Perairan Kaimana, Papua Barat. "Yang menjadi pertanyaan kami sebetulnya siapa yang menginisiasi pembelian pesawat tersebut," ujarnya dalam rapat kerja dengan Pemerintah dan PT MNA, Selasa (10/5) malam.
Mendengar pertanyaan tersebut, Dirut PT Merpati Sardjono Jhony Djitro Kusumo menjelaskan program pesawat MA 60 itu dibiayai melalui SLA yang ditanda tangani pada 11 juni 2010. "SLA buat pengadaan pesawat MA 60 ini kami dapatkan dari Kementerian Keuangan sebesar Rp 2,17 triliun itu bukan cash tapi merupakan alat produksi alat dan pesawat sebanyak 15 buah,"jelasnya.
Pinjaman tersebut antara lain juga diperuntukan buat pengadaan simulator, pelatihan 150 pilot dan awak kabin, dan spare part. "Namun karena waktu itu pembiayaannya belum kita temukan, jadi kita lakukan list program dulu. setelah SLA nya disetujui maka porgram MA 60 itu kita delivery mulai Desember 2010 kemarin,"jelasnya.
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Mulia Nasution mengungkapkan pembelian pesawat ini melalui SLA-1232/DSMI/2010. Pengadaan pesawat itu merupakan bantukan dari the export -import Bank of China tanggal 11 juni 2010. Kemudian karena sifatnya SLA pinjaman itu diteruskan kepada Merpati dengan bunga pinjaman 3 persen masa waktu pembayaran 15 tahun.
Menurutnya inisiasi pembelian MA 60 bermula pada 2006 lalu dengan ditandatanginanya kontrak untuk 15 peswat dengan Xian Aircraft Industry Co Ltd (XAC). Prosesnya pembeliannya pun secara berjenjang dan bertahap. Kemudian baru bisa dilakukan setelah keluar SLA melalui pinjaman eksim bank sebesar 1,8 miliar renmimbin yuan atau sekitar Rp 2,1 triliun.
Pada awalnya pembelian sesuai dengan mekanisme korporasi dilakukan oleh Direski lalu disampaikan ke komisaris dan dilanjutkan ke kementerian Keuangan. Usulan ini juga dibahas oleh Bappenas sebelum akhirnya dituangkan dalam dokumen APBN 2010 .
Namun jawaban ini tidak membuat DPR puas. Harry Azhar kembali menanyakan, siapa pertama kali yang menginisiasi pembelian itu. Begitupula Anggota DPR Komisi XI lainnya Akhsanul Qosasih. "Disini ada yang terputus,m kita harus tahu karena ini adalah satu perusahaan, tempatkan Merpati sebagai BUMN,"katanya.
Sayanganya pemerintah tidak dapat menjawab pertanyaan itu. "Kami punya dokumennya akan kami jelaskan,"kata Mulia. Mengingat persiapan dari Pemerintah dan Merpati yang dinilai kuranga. DPR akhirnya menunda rapat tersebut hingga Rabu (11/5) malam.