Kamis 05 May 2011 19:51 WIB

NII Hindari Rekrut Anak Tentara dan Polisi

REPUBLIKA.CO.ID,DEPOK--Mantan aktivis Negara Islam Indonesia (NII) Sukanto mengatakan dalam perekrutan anggota NII menghindari anak tentara dan polisi. "NII sangat menghindari anak tentara dan polisi," kata Sukanto, dalam kuliah umum bertajuk "Negara Islam Indonesia dan Mahad Al Zaytun" di Balai Sidang Universitas Indonesia," katanya.

Menurut dia, karakteristik perekrut, antara lain menggunakan empat orang jamaah, satu orang pembawa dan dua orang penggembira serta satu perekrut. Pembawa bertugas menentukan target, mengawal serta memotivasi calon jamaah. Selanjutnya katanya pembawa berpura-pura sebagai calon jamaah yang juga baru diajak. Umumnya perekrut melakukan screening lewat dialog tentang gerakan sesat untuk mengukur pengetahuan calon jamaah tentang NII.

Untuk modus perekrutan yang dilakukan NII katanya lewat mengajak kerja atau mencarikan kerja, bertemu teman yang membutuhkan masukan tentang buku yang sedang ditulisnya, menyebar kuesioner dengan alasan penelitian, telepon acak lewat jaringan alumni SMU, pesan singkat (sms) berantai untuk menampung respon serta menggunakan jalur dunia maya. "Perekrutan juga menggunakan jalur dunia maya seperti forum perkenalan melalui jaringan sosial pertemanan," ujarnya.

Mengenai Pondok pesantren Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat, disinyalir adalah program Negara Islam Indonesia (NII). Setelah para santri Al Zaytun selesai dengan pendidikan formalnya, kemudian akan ada tingkat kaderisasi berikutnya. Tingkatan tertentu itu dilakukan setelah orang yang bersangkutan selesai SMA Al Zaytun. Selanjutnya, dibina di tingkat teritorial. "Keberadaan Al Zaytun disinyalir tak terlepas dari campur tangan NII," ujarnya.

Pesantren Al Zaytun diduga dibiayai, dibangun, dibina, diprakarsai, dan dimobilisasi oleh orang-orang NII. Mantan petinggi di sana pun merupakan perekrutan dari NII tingkat desa di seluruh Indonesia yang sengaja dikirim ke pesantren itu sebagai tenaga kerja. "Sumber dana berasal dari jaringan teritorial yang bergerak di bawah tanah," katanya.

Menurut Ketua Tim Rehabilitasi NII Crisis tersebut pertama kali didekati orang NII pada tahun 1996. Baru lulus dari SMU, Sukanto berniat mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di salah satu universitas negeri. Ia mengatakan, ketika mengikuti pengajian di Pondok Labu, ada seseorang yang berasal dari NII memperkenalkan diri, dan terus berlanjut dan berusaha mendoktrin soal NII. "Mereka mengajarkan bahwa NKRI itu kafir dan harus hijrah ke NII," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Kemahasiswaan Universitas Indonesia, Kamarudin, mengatakan sedikit sekali mantan anggota NII KW 9 yang mau memberikan laporan. Mereka lebih memilih untuk menutup rapat tentang kejadian yang menimpanya.

Namun begitu UI tetap waspada meskipun dalam dua sampai tiga tahun ini tidak terdeteksi mahasiswa UI yang menjadi anggota NII. Ia menjelaskan, saat ini ada satu orang mahasiswa UI yang tidak diketahui keberadaannya sejak bulan Maret 2011. "UI terus melakukan penyelidikan mengenai keberadaan mahasiswa tersebut," katanya.

[removed]// 5) { sendMessage("gtbTranslateLibReady", {"gtbTranslateError" : true}); return; } setTimeout(checkLibReady, 100);}gtbTranslateOnElementLoaded = function () { lib = google.translate.TranslateService({}); sendMessage("{EVT_LOADED}", {}, []); var data = document.getElementById("gtbTranslateElementCode"); data.addEventListener("gtbTranslate", onTranslateRequest, true); data.addEventListener("gtbTranslateCheckReady", onCheckReady, true); data.addEventListener("gtbTranslateRevert", onRevert, true); checkLibReady();};function onCheckReady() { var ready = lib.isAvailable(); sendMessage("gtbTranslateLibReady", {"gtbTranslateError" : !ready});}function onTranslateRequest() { var data = document.getElementById("gtbTranslateElementCode"); var orig = data.getAttribute("gtbOriginalLang"); var target = data.getAttribute("gtbTargetLang"); lib.translatePage(orig, target, onProgress);}function onProgress(progress, opt_finished, opt_error) { sendMessage("gtbTranslateOnProgress", {"gtbTranslateProgress" : progress, "gtbTranslateFinished" : opt_finished, "gtbTranslateError" : opt_error});}function onRevert() { lib.restore();}})(); (function(){var d=window,e=document;function f(b){var a=e.getElementsByTagName("head")[0];a||(a=e.body[removed].appendChild(e.createElement("head")));a.appendChild(b)}function _loadJs(b){var a=e.createElement("script");a.type="text/javascript";a.charset="UTF-8";a.src=b;f(a)}function _loadCss(b){var a=e.createElement("link");a.type="text/css";a.rel="stylesheet";a.charset="UTF-8";a.href=b;f(a)}function _isNS(b){for(var b=b.split("."),a=d,c=0;c[removed]

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement