REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Meski NII menggurita, tetapi NII pun ikut menyeleksi calon anggotanya. Mereka sangat menghindari anak-anak yang memiliki hubungan darah atau keterkaitan dengan polisi ataupun TNI. "Dasar perekrutan harus menghindari anak polisi dan TNI. Alasannya, ya keamanan," kata mantan anggota NII, Sukanto yang sekarang mendirikan NII Crisis Center, Kamis (5/5).
Bahkan, lanjutnya, jika ada salah satu anggota yang secara langsung atau tidak berkaitan dengan aparat, maka NII bisa memutuskan komunikasi agar rahasia organisasi tak terbongkar. Ia mencontohkan dirinya sendiri yang pernah di-cut dari organisasi karena dikejar aparat terkait banyaknya laporan anak hilang. Dugaannya, Sukanto sebagai pelaku dan perekrut anak-anak tersebut untuk dijadikan anggota NII.
Menurutnya, ketika seseorang sudah menjadi anggota NII, ia diharuskan untuk menutup hal-hal yang terkait dengan NII. Pola yang dilakukan, lanjutnya, yakni komunikasi yang sangat intens. Mereka juga mampu membungkam orang yang direkrutnya untuk tidak bicara dimana-mana.
Kalaupun misalnya ada yang memutuskan untuk keluar, ada intimidasi terhadap pihak tersebut agar merasa takut dan menjaga rahasia tentang organisasi NII ini. "Sejauh ini, intimidasi yang terjadi baru sebatas verbal saja, secara fisik tidak pernah ada," katanya.
Lalu bagaimana jika ada pihak yang bersangkutan ingin kembali ke NII? Setiap orang, lanjutnya, yang terlibat dengan aparat digambarkan mereka sebagai orang yang sudah terkontaminasi aqidahnya. "Dia bisa masuk NII lagi tapi itu pun harus istigfar dulu atau tahkim," kata dia.
Artinya, NII menganggap perlu mengecek dulu kebenarannya. Bahkan, lanjut dia, ada forum lain yang menentukan dia layak atau tidak kembali lagi ke dalam NII.