REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Ada alasan mengapa korban Negara Islam Indonesia (NII) tidak kunjung ditanggapi secara serius oleh aparat. Pendiri crisis center NII, Sukanto, mengatakan pelaporan yang beberapa kali dilakukan para korban itu hanya dijatuhi tindak pidana ringan (tipiring). “Karena, tidak ada pasal yang bisa dikenakan,” kata Sukanto pada Kamis (5/5).
Menurutnya, pelaporan-pelaporan yang sempat dilakukan itu selalu mengalami jalan buntu. Contohnya, sejak 2002 pihaknya sudah melaporkan sekitar 80 korban NII ke Mabes Polri. Sayang, tak juga ada tindak lanjutnya.
Alasannya, waktu itu pasal makar yang hendak dikenakan itu tidak cukup kuat. Kalaupun dikenai pasal penipuan dan pencurian, itu pun sama tidak kuatnya. "Memang ada pembiaran. Tipiring yang dikenakan pun membuat NII terus bisa bergerak,” katanya.
Ia pun merasakan adanya pembiaran dari pemerintah, sedangkan laporan dari masyarakat cukup banyak. Karena tidak ada tindakan dari pemerintah, sedangkan masyarakat sedikit banyak mulai merasakan pengaruh NII, Sukanto pun memutuskan untuk membentuk NII Crisis Center pada 2007.
Fungsinya tak lain untuk menyosialisasikan pengalaman mantan dan mengantisipasi gerakan NII. Ia pun mengaku pernah bertindak sendiri dengan menggerebek beberapa lokasi yang disinyalir memiliki hubungan dengan NII dan kasus anak hilang. “Beberapa kasus anak hilang dan kami lakukan pengerebekan antara lain di Lebak Bulus dan Pondok Gede. Harus dilakukan karena mereka sedang dilatih untuk menjadi militan,” katanya.