Rabu 04 May 2011 15:00 WIB
Negara Islam Indonesia

'NII Telah Mendistorsi Ajaran Islam'

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO - Gerakan yang mengatasnamakan Negara Islam Indonesia (NII) dinilai telah melakukan distorsi terhadap ajaran Islam. "Mereka telah melakukan langkah yang merupakan distorsi terhadap ajaran-ajaran Islam secara menyeluruh, dalam istilah disebut 'kafah'," kata Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) LDII Kabupaten Banyumas, Sarlan di Purwokerto, Rabu (4/5).

Lembaga Dakwah Islam Indonesia Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menilai  Dalam hal ini, kata dia, dalil-dalil yang digunakan Negara Islam Indonesia (NII) untuk "membujuk" calon sasarannya agar bersedekah, membayar 'fidyah', dan sebagainya, hanya disampaikan penggalan atau potongan-potongan dari ayat-ayat Al Quran atau hadits.

Sementara bagian lain dari ayat atau hadits yang digunakan untuk "meyakinkan" calon sasaran NII tersebut, lanjutnya, tidak disampaikan secara komprehensif. "Yang muncul adalah suatu pemahaman yang emosional sehingga sampai pada suatu kesimpulan di mana konsep Islam, konsep hijrah, dipahami tidak secara utuh. Mereka mengabaikan unsur-unsur lain yang sebenarnya dibahas secara logis komprehensif di dalam Al Quran dan hadits," katanya.

Dalam berbagai pemberitaan media massa, kata dia, diketahui bahwa motif utama mereka sebenarnya bukan perjuangan Islam atau NII melainkan hanya untuk mengeruk keuntungan yang bersifat ekonomi, material, dan pribadi. Menurut dia, hal ini terlihat jelas ketika ada pernyataan dari NII bahwa mereka meyakini jika pada akhirnya umat Islam tidak perlu shalat atau melaksanakan ibadah wajib sebagaimana umumnya umat Islam.

"Saya tidak ingat siapa yang menyampaikan. Akan tetapi menurut mereka (NII, red.), ibadah tersebut dapat diganti dengan 'fidyah', sedekah, atau infak," katanya.

Oleh karena yang menjadi sasaran adalah orang-orang yang masih awam terhadap pemahaman agama, kata dia, orang-orang tersebut akan mengupayakan bagaimanapun caranya. "Kita sering mendengar para perekrut itu (NII) mendoktrin kader-kadernya supaya bagaimana caranya mencari infak atau 'fidyah' meskipun melalui perbuatan yang sebenarnya dilarang oleh agama. Infaknya benar karena ada tuntunannya, tetapi caranya yang dilakukan dengan menipu atau perbuatan yang dilarang agama, ini saya pandang sebagai sebuah penyimpangan terhadap nilai-nilai agama," katanya.

Terkait misi besar yang dianggap sebagai akhir dari perjuangan mereka berupa berdirinya negara Islam di Indonesia, dia mengatakan, hal ini merupakan sesuatu yang mengingkari kenyataan adanya keberagaman di Indonesia. Menurut dia, kecil kemungkinan negara Islam dapat berdiri di Indonesia karena konsep dasar dan kondisi masyarakatnya berbeda dengan negara-negara di Timur Tengah.

Oleh karena itu, kata dia, misi NII untuk membentuk negara Islam tentu akan berbenturan dengan kondisi masyarakat Indonesia yang sejak awal dibangun dengan konsep negara Pancasila. Disinggung mengenai upaya LDII Banyumas mengantisipasi merebaknya paham NII khususnya pada diri generasi muda, Sarlan mengatakan, sebagai sebuah lembaga dakwah, pihaknya senantiasa melakukan pembinaan meningkatkan pemahaman keagamaan kepada masyarakat.

"Kami juga mengimbau seluruh masyarakat untuk meningkat pemahaman dan pengetahuan terhadap nilai-nilai agama sesuai tuntunan Al Quran dan hadits," katanya.

Selain itu, kata dia, masyarakat juga diimbau untuk berhati-hati dan bisa membedakan kelompok-kelompok yang mengatasnamakan komunitas dakwah yang menyampaikan kajian-kajian Islam. Dalam hal ini, lanjutnya, masyarakat harus merunut kembali apakah yang disampaikan kelompok-kelompok tersebut sesuai dalil-dalil dalam Islam atau tidak sesuai.

Menurut dia, hal tersebut perlu dilakukan karena saat ini banyak pihak yang memanfaatkan agama untuk kepentingan pribadi. "Saran kami, ketika ada sebuah ajaran atau kelompok yang dianggap mencurigakan, segera konsultasikan kepada lembaga agama yang berwenang dan legal seperti Majelis Ulama Indonesia," katanya.

Ia mengatakan, pemahaman atau strategi dakwah yang dilakukan suatu kelompok dakwah harus di bawah naungan dan binaan dari MUI. "Tapi biasanya, tindakan itu (NII) dilakukan secara sembunyi-sembunyi, dari satu orang ke orang lain, dan sasarannya orang yang awam terhadap agama. Kita patut mencurigai jika melihat gelagat orang-orang selama ini awam tetapi tiba-tiba mengalami perubahan yang sangat berarti, perlu diwaspadai karena barang kali telah mendapat doktrin-doktrin seperti tadi," katanya.

Kendati demikian, dia mengatakan, masyarakat diimbau untuk tidak langsung memvonis suatu ajaran sebagai sebuah aliran sesat karena yang berhak untuk menentukan ajaran tersebut sesat atau tidak sesat adalah lembaga berwenang, seperti MUI. "Kalau antarkelompok tidak boleh, misalnya saya dari LDII

menyatakan kelompok itu sesat, itu tidak boleh. Semua itu harus di-'tabayun' (konsultasikan, red.) kepada lembaga-lembaga yang berwenang, dan biarkan lembaga tersebut yang mengategorikan ajaran tersebut dilarang atau tidak," kata Sarlan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement