Kamis 28 Apr 2011 23:34 WIB
Negara Islam Indonesia

Tujuan NII Untuk Pecah Belah NKRI

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR - Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar mengatakan gerakan Negara Islam Indonesia bertujuan memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia. "Oleh karena itu, tidak ada ruang bagi kelompok, organisasi, dan semua aktivitas yang merongrong Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," katanya di Denpasar, Kamis (28/4) malam.

Seusai jamuan makan malam bersama Gubernur Bali Made Mangku Pastika dan sejumlah pejabat lainnya, ia menegaskan tidak ada tempat bagi aktivitas yang ingin mendirikan NII. "Semua yang keluar dari rel NKRI, itu ilegal," katanya.

Ia mengatakan tidak mengetahui latar belakang mereka melakukan kembali gerakan untuk mendirikan NII. Menurut menteri, gerakan semacam NII dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.

"Kita ini bersaudara. Gerakan semacam itu bisa memecah belah Indonesia. Apa ingin negara ini hancur? Tidak ada pentingnya gerakan semacam itu," katanya.

Ia mengatakan selama ini pemerintah sudah bekerja dengan maksimal sesuai dengan koridornya. "Kalau dikatakan kecewa dengan pemerintah, kecewa terhadap apa. Kita sudah bergerak maksimal. Lihat saja di bidang ekonomi, politik, hukum dan lain sebagainya, sudah bekerja dengan maksimal. Kunjungan saya ke Bali juga dalam kerangka bekerja dan bergerak demi bangsa," katanya.

Terkait maraknya aksi "pencucian" otak di kampus-kampus perguruan tinggi, Patrialis menilai keberadaan NII di kampus-kampus hanya segelintir orang. "Tidak besar keberadaannya. Itu satu dua orang saja kok. Apalagi di kampus-kampus. Mereka itu orang-orang yang tidak mengerti. Jangan sampai kita perang saudara," katanya.

Kendati begitu, Patrialis mengimbau agar masyarakat waspada dan berhati-hati terhadap gerakan NII. Di tempat yang sama, anggota Komisi III DPR RI I Gusti Ketut Adhiputra mengatakan keberadaan NII harus dikaitkan dengan legalitas organisasi tersebut.

Jika organisasi itu tidak terdaftar, artinya organisasi ilegal, dan meresahkan masyarakat.

"Kita harus tetap bicara aturan. Badan hukumnya harus ada, kalau tidak ada, itu artinya ilegal, dan wajib ditelusuri lebih jauh aktivitasnya," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement